Selasa 10 Oct 2023 15:26 WIB

Ini Gangguan yang Dialami Tubuh Jika Konsumsi Minuman dari Galon Mengandung BPA

Kandungan BPA dalam polikarbonat dapat bermigrasi ke makanan di dalam kemasan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Friska Yolandha
BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM.
Foto: Istimewa
BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang ini juga sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki izin edar dari BPOM.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar kesehatan Universitas Airlangga (Unair) Prof Junaidi Khotib mengomentari isu terkait bahayanya bisfenol A (BPA) air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat (PC) atau galon. Junaidi mengatakan, polemik mengenai galon yang mengandung BPA sebenarnya telah terjadi sejak lama. Bahkan, pada 2020 juga sempat ramai.

Junaidi menjelaskan, BPA merupakan senyawa sintesis yang menjadi komponen pembentuk polimer polikarbonat. Apabila senyawa BPA bereaksi dengan senyawa difenil karbonat, akan bertransformasi menjadi polikarbonat. Senyawa ini biasanya dipilih karena dapat menciptakan kemasan plastik yang kuat.

Baca Juga

"Komponen BPA pada plastik polikarbonat akan mampu mempertahankan bentuk dan menjaga agar tidak mudah mengalami kerusakan," kata Dekan Fakultas Farmasi Unair tersebut, Selasa (10/10/2023).

Junaidi mebenarkan, kandungan BPA dalam polikarbonat dapat bermigrasi ke makanan atau minuman yang ada dalam kemasan tersebut. Peristiwa ini terpengaruh oleh paparan cahaya matahari, suhu yang tinggi, hingga perubahan keasaman air. Di sisi lain, dalam penelitian yang dilakukan, polikarbonat merupakan senyawa pengganggu sistem endokrin (endocrine disruptor).

Beberapa gangguan yang dapat terjadi pada sistem endokrin seperti diabetes melitus, kanker, tekanan darah tinggi, dan sebagainya. Tak hanya itu, polikarbonat juga dapat menyebabkan gangguan fertilitas, gangguan mental, hingga tumbuh kembang anak.

Junaidi mengatakan, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menetapkan ambang batas senyawa BPA yang terlepas dari galon adalah tidak lebih dari 0,6 ppm. Tapi, angka ini masih cukup tinggi jika membandingkan dengan negara Eropa. European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan batas senyawa BPA yang terlepas kurang dari 0,05 ppm.

Sementara, asupan harian BPA yang bisa ditoperansi tubuh adalah kurang dari 0,0002 mikrogram per kilogram per hari. Penurunan ambang batas senyawa BPA yang terlepas dapat menjadikan makanan atau minuman lebih aman.

Junaidi mengatakan, apabila sudah terlanjur menggunakan galon yang mengandung senyawa BPA, tidak menjadi masalah besar jika tidak mengalami gangguan tubuh. Tetapi, penggunaan galon yang tidak mengandung senyawa BPA merupakan investasi kesehatan jangka panjang.

"Tidak apa-apa jika tidak mengalami gangguan karena itu perlu paparan jangka panjang. Namun, tidak ada kata terlambat untuk menjaga kesehatan lebih baik," ujar Junaidi yang juga merupakan tim ahli BPOM tersebut.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement