REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI) Hery Gunardi mengatakan, setelah membuka kantor cabang penuh di Uni Emirat Arab (UEA), dalam waktu dekat BSI berencana membuka cabang di luar negeri Arab Saudi. Langkah ini dilakukan agar bisa memenuhi bisnis di wilayah Timur Tengah.
"Kami memang ingin menambah cabang lagi di Arab Saudi, kemudian di Jeddah ada ekstensi di Makkah dan Madinah. Kenapa kita harus buka di Makkah dan Madinah karena setiap tahun Indonesia mengirimkan lebih dari 1 juta jamaah umrah dan lebih dari 220 ribu jamaah haji dan hampir 85-87 persen yang mengelola haji dan umrah ada di BSI," ujarnya dalam diskusi Ngopi BUMN di Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Dengan adanya kantor cabang di Arab Saudi diharapkan dapat mempermudah nasabah saat melakukan ibadah haji dan umrah. Saat ini, uang saku para jamaah haji dan umrah pun menggunakan kartu debit BSI. Terlebih, pemerintah Arab Saudi juga mendorong agar para jamaah haji tidak lagi berbelanja menggunakan uang tunai.
"Memang sekarang uang sakunya karena perkembangan nasabah hanya bawa kartu debit atau bisa pakai QRIS atau mesin EDC. Informasi yang kita dapat pemerintah saudi menekankan ke jamaah yang belanja agar cashless menggunakan QRIS atau EDC. Jadi sebenarnya cocok ya," tutur Hery.
Hery menambahkan, negara Timur Tengah, seperti Saudi dianggap cocok dengan segmentasi dan kriteria perusahaan, yang mengedepankan aspek syariah. Langkah ini dilakukan setelah BSI telah membuka cabang pertamanya di Dubai yang merupakan pusat keuangan syariah global yang sudah mapan dan memiliki potensi besar.
Saat ini, UEA berada di peringkat yang paling tinggi untuk melakukan bisnis keuangan syariah dan halal value chain, dengan kerangka hukum yang ditetapkan sesuai standar internasional. Dengan dibukanya cabang penuh di Dubai, BSI leluasa untuk menjalankan bisnis internasional. Hal itu seperti trade finance seperti letter of credit (LC) ekspor dan impor, transaksi foreign exchange, serta pembiayaan sindikasi.
Produk seperti lisensi untuk desk capital market, penjualan sukuk global pun sudah bisa dijalankan. Termasuk produk lainnya seperti bisnis perbankan ritel bagi para tenaga kerja, diaspora, pengiriman uang, remitansi, hingga pembiayaan KUR para perawat dari Indonesia yang bekerja di UEA.
"Jadi memang peluangnya sangat besar khususnya syariah. Untuk target transaksi yang diambil BSI, kami berasumsi bisa mengambil 10-20 persen dari nilai transaksi (4 miliar dolar AS-5 miliar dolar AS)," ujarnya.