REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan sekolah adat bisa menyelenggarakan program ujian kesetaraan atau kejar paket A, B, dan C asalkan mengikuti regulasi yang berlaku.
"Jadi kalau dia memang ingin menjadi lembaga yang berwenang, ya memang secara prosedural harus mengikuti perizinannya dulu ke kabupaten/kota," ujar Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek Aswin Wihdiyanto ditemui dalam acara Sarasehan Pendidikan Masyarakat Adat di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Sekolah adat perlu menjadi lembaga yang berbadan hukum terlebih dahulu untuk kemudian bisa mengikuti prosedur lain supaya dapat menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Para pemilik sekolah adat harus tetap berorientasi kepentingan masa depan peserta didik. Apabila belum bisa menjadi lembaga yang berwenang menjalankan program penyetaraan, kata dia, mereka dapat memilih opsi lain untuk menyalurkan siswa ke lembaga yang telah memiliki wewenang.
"Kita kan fokusnya ke peserta didik, harusnya kalau sudah menyelesaikan program keaksaraan lanjutan, peserta didiknya ya kenapa enggak disalurkan ke yang ada untuk diteruskan," katanya.
Saat ini Kemendikbudristek sedang menyusun panduan diversifikasi kurikulum untuk menjawab kebutuhan yang kontekstual dalam pendidikan.
"Memang dia tidak menyebutkan secara spesifik ini untuk masyarakat adat, tapi artinya ada kebutuhan yang pemerintah selalu mencoba menjembatani, menangkap. Jadi kami ini bukan sesuatu yang kaku," kata Aswin.
Sikap Kemendikbudristek bersifat dinamis ketika muncul kebutuhan baru dari masyarakat. Namun, hal tersebut tentunya masih dalam koridor yang sesuai dengan regulasi.