REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fenomena semburan air bercampur gas terjadi di Kampung Leuwi Kotok, Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Rabu (11/10/2023). Badan Geologi, Kementerian ESDM pun, memberikan penjelasan lengkap mengenai hal ini.
Menurut Plt Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, M Wafid, semburan air bercampur gas ini ditemukan saat warga setempat melakukan aktivitas pengeboran untuk mencari sumber air tanah.
"Kegiatan pengeboran sudah berlangsung selama kurang lebih satu bulan, dan setelah mencapai kedalaman sekitar 130 meter air bercampur gas tiba-tiba menyembur dengan ketinggian sekitar 20 meter dan berbau mirip gas LPG," ujar Wafid, dikutip Sabtu (14/10/2023).
Wafid mengatakan, munculnya beberapa semburan air bercampur gas pada sumur bor masyarakat secara geologis merupakan fenomena geologi umum. Hal itu terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Menurutnya, gas yang menyemburkan air ini berdasarkan referensi umumnya merupakan gas biogenic yang sering muncul di rawa atau sawah. Sehingga, disebut gas metan sawah atau gas metan rawa.
"Sesuai yang telah diidentifikasi oleh PGN. Gas tersebut dihasilkan dari aktivitas dekomposisi matenal organic pada suatu rawa-tawa di masa lampau," katanya.
Gas biogenic ini, kata dia, berada di bawah permukaan tanah dan akan terakumulasi, kemudian tertangkap pada kantong kantong dengan sebaran yang relatif tidak luas. Secara umum, gas itu terperangkap pada lapisan sedimen yang berumur muda (berumur 10.000 tahun).
"Setelah itu muncul ke permukaan sebagai semburan, biasanya akibat tertembusnya lapisan perangkap gas tersebut pada kedalaman tertentu. Kejadian semburan air bercampur gas tersebut umunya relatif tidak lama, yaitu sekitar satu hingga dua bulan," katanya.
Menurut Wafid, fenomena semburan air dan gas di Bogor itu bisa jadi muncul karena pengeboran sudah menyentuh kantung dari gas biogenic. Sehingga muncul ke permukaan bersmaan dengan air.
Berdasarkan kondisi geologi, kata dia, lokasi munculnya semburan gas bercampur air itu, dikatakannya tepat berada pada Kipas Alluvium, dan tersusun atas lempung, lanau batupasir, kerikil, hingga kerakal.
"Batuan tersebut terbentuk oleh aktivitas Sungai yang berasosiasi dengan rawa-rawa. Dekomposisi material organic terjadi pada tumbuh-tumbuhan yang hidup pada ekosistem rawa untuk kemudian seiring berjalannya waktu geologis akan tertimbun oleh material sedimen," katanya.
Wafid mengatakan, Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan berencana akan melakukan kunjungan lapangan pada lokasi semburan tersebut. Hal ini, dilakukan untuk pengukuran sifat kimia-fisika air di lapangan dan analisis hidrokimia di laboratorium.