Ahad 29 Oct 2023 19:34 WIB

Keuntungan Perjanjian Hudaibiyah yang Diperoleh Umat Islam dan Kuasa Allah SWT    

Perjanjian Hudaibiyah mempunya peran strategis dalam Islam

Rep: Rossi Handayani / Red: Nashih Nashrullah
Perjanjian Hudaibiyah mempunya peran strategis dalam Islam
Foto: Pixabay
Perjanjian Hudaibiyah mempunya peran strategis dalam Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perjanjian Hudaibiah antara kaum kafir Quraisy dan Muslim memiliki dampak yang sangat besar. Secara umum perjanjian ini menunjukkan diakuinya keberadaan kaum Muslimin di Madinah dan ini merupakan kemenangan tersendiri bagi kaum Muslimin.

Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab ar-Rahiq al-Makhtum, Sekaligus dengan adanya perjanjian tersebut dapat menghalangi keangkuhan dan kezaliman kaum musyrikin yang selalu berupaya menyerang kaum Muslimin. 

Baca Juga

Di sisi lain, dengan adanya perjanjian tersebut, membuka peluang yang sangat besar bagi kaum Muslimin untuk melancarkan dakwahnya yang selama ini banyak disibukkan peperangan-peperangan bersama kaum Quraisy. 

Dan nyatanya kemudian hal tesebut terbukti, di mana kaum muslimin sebelum perjanjian tersebut berjumlah tak lebih 3.000 orang, namun dua tahun setelah perjanjian tersebut pada peristiwa Fathu Makkah pasukan kaum Muslimin sudah berjumlah 10 ribu orang. 

Adapun pasal yang menyatakan bahwa penduduk Makkah yang kabur ke Madinah harus dikembalikan oleh Rasulullah ﷺ ke Makkah, sedangkan penduduk Madinah yang kabur ke Makkah tidak dikembalikan, sepintas perjanjian tersebut menguntungkan kaum musyrikin. 

Namun jika diamati dengan seksama, hal tersebut ternyata dapat dipahami. Karena orang yang beriman tidak mungkin akan kabur ke Makkah untuk minta perlindungan, maka jika ada yang kabur, pastilah dia orang kafir yang telah nyata kekafirannya. Untuk orang seperti itu, tidak ada ruginya bagi kaum Muslimin jika mereka kabur dari Madinah.  

Sedangkan kaum Muslimin di Makkah jika dia hendak kabur, maka Madinah bukanlah satu satunya tujuan untuk itu. Bumi Allah SWT amatlah luasnya, maka dia dapat mencarinya selain Madinah. 

Hal itu kemudian terbukti, ada seorang sahabat yang bernama Abu Bashir kabur dari Mekkah ke Madinah. Namun Rasulullah SAW berdasarkan perjanjian tersebut tidak menerimanya, maka beliau menyerahkannya kepada dua utusan Quraisy yang menjemputnya. 

Tetapi di tengah perjalanan Abu Bashir berontak, tidak bersedia kembali ke Makkah, dua orang utusan Quraisy tersebut dibunuh olehnya. 

Baca juga: Perbedaan Mencolok Antara Miskin dan Kaya dalam Jalani Hisab Amal Kelak di Akhirat

Akhirnya dia mencari lokasi di tepi pantai sebagai tempat tinggalnya. Hal tersebut kemudian diikuti Abu Jandal yang tinggal dan bergabung bersamanya.  

Begitulah seterusnya satu demi satu kaum Muslimin yang berada di Makkah kabur ke tempat itu, dan lama kelamaan akhirnya membentuk komunitas tersendiri. 

Hal ini ternyata menyulitkan kaum Quraisy sendiri, karena kafilah dagang mereka sering diganggu kaum Muslimin yang berada di tempat tersebut sebagai pembalasan atas perlakuan aniaya yang mereka terima selama ini dari kaum musyrikin.  

Baca juga: Alquran Bolehkan Nepotisme dari Kisah Nabi Musa Tunjuk Nabi Harun Asisten? Ini Kata Pakar

Di kalangan para sahabat sendiri, pada awalnya timbul keberatan dengan isi perjanjian tersebut. Karena secara lahir, perjanjian tersebut berpihak kepada kaum musyrikin. 

Namun akhirnya mereka menyadari bahwa keputusan Rasulullah ﷺ akan selalu mendatangkan kemaslahatan, karena semuanya berasal dari Allah Ta'ala. Apalagi tidak lama kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat Nya :  

اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًاۙ “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS al-Fath ayat 1) 

Maka bergembiralah para sahabat dengan kabar gembira kemenangan yang gilang gemilang.  

Pada awal tahun ke tujuh, setelah disepakatinya perjanjian tersebut, sejumlah tokoh Quraisy masuk Islam, di antaranya Amr bin Ash, Kholid bin Walid dan Utsman bin Talhah.  

photo
Krisis Madinah di awal Islam (ilustrasi) - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement