REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak turun sebesar satu persen ke level terendah dalam tiga pekan. Lesunya harga minyak disebabkan kenaikan dolar AS setelah Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga stabil.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Kamis (2/11/2023) kenaikan suku bunga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak. Dolar AS yang kuat membuat pembelian bahan bakar menggunakan mata uang lain menjadi lebih mahal, sehingga menekan harga.
Brent berjangka turun 39 sen, atau 0,5 persen, menjadi 84,63 dolar per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 58 sen, atau 0,7 persen, menjadi 80,44 dolar AS.
Itu merupakan penyelesaian terendah Brent sejak 6 Oktober dan WTI sejak 28 Agustus. Kedua kontrak tersebut ditutup di bawah rata-rata pergerakan 100 hari, yang merupakan level kunci dukungan teknis sejak Juli. Perdagangan fluktuatif, dengan kedua harga minyak acuan naik lebih dari dua dolar AS per barel di awal kekhawatiran Timur Tengah.
The Fed, yang mulai menaikkan suku bunga pada Maret 2022, mempertahankan suku bunga tetap stabil namun tetap membuka kemungkinan kenaikan lebih lanjut karena perekonomian AS yang kuat. Dolar AS (.DXY) naik ke level tertinggi empat pekan terhadap sejumlah mata uang lainnya.
Minyak mentah berjangka juga tertekan oleh peningkatan stok minyak mentah dan persediaan bensin AS pada pekan lalu. Hal tersebut karena pabrik penyulingan yang menjalani pemeliharaan musiman memulai kembali unitnya lebih lambat dari perkiraan untuk menghindari penumpukan stok bensin yang lebih besar.
Di Eropa, inflasi per Oktober di zona Euro berada pada titik terendah dalam dua tahun terakhir. Hal ini memicu pandangan bahwa Bank Sentral Eropa kemungkinan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Bank of England diperkirakan akan bertemu pada hari Kamis. Di China, importir minyak terbesar di dunia, aktivitas pabrik secara tak terduga mengalami kontraksi pada Oktober.
"Pasar minyak akan tetap terpaku pada prospek permintaan yang memburuk dan perkembangan terbaru perang Israel-Hamas akan menyebabkan gangguan pasokan," kata Moya dari OANDA.
Di Gaza, kelompok pertama orang-orang yang terluka dievakuasi ke Mesir, ketika pasukan Israel terus melancarkan pertempuran melawan militan Hamas.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei meminta negara-negara Muslim untuk menghentikan ekspor minyak dan makanan ke Israel, serta menuntut diakhirinya pemboman terhadap Jalur Gaza, demikian media pemerintah melaporkan.
Iran, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi sekitar 2,5 juta barel per hari minyak mentah pada tahun 2022, menurut data energi AS.
Callum Macpherson, kepala komoditas di Investec, mengatakan bahwa jika tidak ada ancaman terhadap produksi akibat perang, minyak mungkin akan kesulitan mempertahankan harga kisaran tertinggi baru-baru ini tanpa dukungan dari OPEC+ hingga 2024, sehingga pertemuan mereka akhir bulan ini menjadi penting.