REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kerugian negara Rp 8,03 triliun dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dinilai tak akurat. Pengacara Romulo Silaen mengatakan, pembangunan 4.200 menara telekomunikasi di wilayah terluar Indonesia, tersebut masih berlanjut sampai saat ini.
Sehingga menurutnya, tak tepat jika Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan proyek tersebut mangkrak dan merugikan keuangan negara. “Proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS Kominfo ini tidak mangkrak, karena (proyeknya) masih berjalan. Dan itu aneh jika disebutkan ada kerugian negara, karena melihat proyeknya masih berlanjut pembangunanya,” kata Romulo, kepada wartawan, Kamis (2/11/2023).
Romulo, adalah pengacara dari dua terdakwa korupsi BTS 4G Bakti yang sudah disidangkan, yakni Irwan Hermawan (IH) dan Galumbang Menak Simanjuntak (GMS). Romulo mengakui, pengakuan kliennya yang menyebutkan proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti tersebut terhenti penggarapannya pada 2022.
Akan tetapi, dikatakan dia, terhentinya pelaksanaan pembangunan tersebut, bukan lantaran adanya korupsi. Melainkan, dikatakan dia, lantaran situasi nasional. “Jadi itu, tidak mangkrak karena kesengajaan. Tetapi, karena keadaan pandemi. Dan setelah pandemi, proyek tersebut kembali dilanjutkan, dan sampai saat ini masih berjalan,” kata dia.
Dari keadaan tersebut, kata Romulo, tak tepat jika dikatakan adanya kerugian negara senilai Rp 8,03 triliun dalam proyek pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo itu. Menurutnya, defenisi kerugian negara dalam kasus korupsi, mengharuskan angka pasti dari tanggung jawab yang tak terealisasi.
“Kerugian negara itu harusnya nyata dan pasti. Tidak bisa dikatakan kerugian negaranya ada sementara, proyek pembangunannya itu masih terus berjalan sampai saat ini,” tegas dia.
Kasus korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti 2020-2022 sudah pada tahap tuntutan terhadap enam terdakwa yang sudah diajukan ke persidangan. Kasus tersebut menurut penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan negara Rp 8,03 triliun.
Hasil dari penghitungan BPKP tersebut, menjadi acuan bagi penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam angka kerugian negara. Enam terdakwa yang sudah dilakukan penuntutan di antaranya, terdakwa eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) yang dituntut 15 tahun penjara. Jaksa juga menuntut politikus Partai Nasdem itu dengan pidana denda Rp 1 miliar, dan mengganti kerugian negara senilai Rp 17,8 miliar.
Terdakwa lainnya, adalah Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Acmad Latif (AAL) yang dituntut jaksa 18 tahun penjara, dan pidana mengganti kerugian negara sebesar Rp 5 miliar. Terdakwa lainnya, adalah pihak swasta. Terdakwa Yohan Suryanto (YS), terdakwa Irwan Hermawan (IH), dan terdakwa Mukti Ali (MA) yang masing-masing dituntut 6 tahun penjara.
Sedangkan terhadap terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) dituntut selama 15 tahun penjara. Selain enam terdakwa itu, dua tersangka dari kalangan swasta lainnya, yakni Windy Purnama (WP) dan Muhammad Yusrizki Muliawan (MY alias YUS) akan segera diajukan ke persidangan sebagai terdakwa.