REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Ratusan truk yang membawa pasokan bantuan internasional terdampar di Sinai Utara, menunggu giliran untuk mengirimkan makanan, pakaian, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan warga Palestina di jalur Gaza, seiring dengan peringatan WHO akan akan kondisi bencana.
Pada Selasa, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly memeriksa penyeberangan Rafah untuk menindaklanjuti proses bantuan. “Kami menolak kebijakan hukuman kolektif yang sedang berlangsung terhadap warga sipil Gaza. Sejak awal konflik ini, Mesir telah bekerja dan bergerak tanpa kenal lelah, dimulai dari Presiden Abdel Fattah al-Sisi dan seluruh lembaga negara, termasuk Departemen Urusan Sipil,” kata Madbouly dilansir dari Alarabiya, Kamis (2/11/2023).
Lusinan truk terhenti, menunggu pembukaan sementara penyeberangan Rafah untuk membawa pasokan bantuan kepada warga sipil yang setiap hari dibombardir. Sementara itu, situasi sejauh ini telah menggoyahkan keimanan masyarakat.
“Kami pikir prosesnya akan cepat, dan kami tidak membutuhkan waktu beberapa hari untuk mengirimkan bantuan ke Gaza. Tapi kami sudah berada di sini selama 15 hari dengan sedikit kemajuan. Mesir tidak menahan upaya apa pun,” kata Reem Ali, seorang sukarelawan bantuan.
Sejak krisis terjadi pada 7 Oktober, hanya 250 truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza. Itu berarti rata-rata sekitar 10 truk setiap hari. Mesir menganggap Israel bertanggung jawab atas lambatnya aliran bantuan ini.
Ada dua sisi untuk penyeberangan Rafah. Semua truk yang melewati wilayah Mesir diperiksa oleh otoritas Israel sebelum mereka dapat mengakses Gaza.“Apa yang menghalangi Anda (memasuki Gaza) bukanlah pemerintah Mesir. Pemerintah Mesir saat ini hanya berjarak satu meter dari perbatasan. Namun, kami tidak mendapatkan jaminan apa pun dari militer pendudukan atas keselamatan (jurnalis). Tidak ada yang bisa menjamin keselamatan Anda ketika Anda memasuki Gaza,” kata Ketua Layanan Informasi Negara Mesir, Diaa Rashwan.
Pada Selasa (31/10/2023), 60 truk berhasil melintasi Rafah ke Gaza, yang merupakan jumlah terbesar sejak krisis ini terjadi, namun jumlah tersebut masih jauh dari cukup. Pihak berwenang Mesir mengatakan setidaknya 500 truk harus masuk setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Palestina.