REPUBLIKA.CO.ID, MUSI BANYUASIN -- Kreativitas para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi solusi untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi dunia saat ini. Termasuk, industri rumahan sandal jepit di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Provinsi Sumatra Selatan, yang digagas oleh seorang petani karet.
Meski masuk usaha dalam skala kecil tapi kualitas sandal jepit dengan merek Sukamaju yang dihasilkannya berkualitas premium. Sejatinya, Sugiyono adalah seorang petani yang sehari-harinya menyadap getah pohon karet di kawasan Plakat Tinggi, Kabupaten Muba.
Namun tekadnya untuk meningkatkan ekonomi keluarga, Sugiyono berinisiasi menjadi perajin sandal jepit secara tradisional di sela-sela kesibukannya sebagai petani karet. Kendati demikian, ia sangat memperhatikan kualitas sandal jepit produknya tersebut.
"Ini kualitas bagus dibanding sandal jepit biasanya. Karena ini ada dua lapisan yang bawah ini karet kompon dan atasnya pake spoon jadi empuk di kaki," jelas Sugiyono saat ditemui Republika.co.id di kediamannya, Kabupaten Muba, Selasa (7/11/2023).
Memanfaatkan halamannya rumahnya, Sugiyono mendirikan gubuk sederhana berukuran sekitar 6X3 meter sebagai rumah produksi. Di bangunan sederhana itu, ia mampu memproduksi satu pasang sandal jepit yang kuat kurang satu jam.
Tentu saja, sandal jepit Sukamaju yang diproduksinya tersedia dengan berbagai ukuran. Lalu, untuk menambah daya tarik, warna sandal jepitnya cukup bervariasi, dari hitam hingga warna terang seperti oranye.
"Untuk ukuran sandal jepitnya dari size 37-43 dan memilik varian warna ada hitam, abu, hijau, oranye, cokelat, dan biru dengan harga untuk satu pasang dibanderol Rp 60 ribu," terang Sugiyono.
Memang untuk harga, Sugiyono mengakui, masih menjadi kendala produknya untuk bersaing dengan sandal jepit pabrikan besar yang telah lama beredar di pasaran. Namun, secara kualitas dan ketahanan sandal jepit Sukamaju buatannya bisa diadu dengan merek yang sudah umum.
Sehingga harga Rp 60 ribu bisa bersaing dengan sandal jepit dengan kualitas yang sepadan. Menurut Sugiyono, harga sedikit lebih tinggi dari merek sandal jepit populer karena bahan bakunya belum mampu diproduksi sendiri.
Misalnya untuk bahan karet kompon, Sugiyono membelinya dari Bogor, Jawa Barat, dengan harga Rp 60 ribu per kilogram (kg) dan dapat menghasilkan empat pasang sandal. Kemudian spon dibeli dari Bandung dengan harga 400 ribu dan mampu menghasilkan 35 pasang sandal.
Terakhir, tali sandal juga didatangkan dari Bandung dengan harga Rp 6 ribu per dua pasang. Namun harga-harga tersebut belum termasuk ongkos kirim dan pajak sebesar 11 persen.
Karena itu, ke depan, Sugiyono berharap, bisa memiliki mesin kompon sendiri. Dengan begitu, nantinya proses pengerjaan pembuatan sandal bisa 100 persen dikerjakan di Plakat Tinggi. Sehingga harga jual sandal jepit kualitas premium bisa ditekan hingga 50 persen.
Dia berharap, pula dengan harga yang sudah dipangkas hingga 50 persen dapat bersaing dengan sandal jepit merek terpopuler. "Kalau mesinnya ada kan semuanya diproduksi di sini. Apalagi di sini getah karet cukup banyak. Pastinya ini bisa menjadi nilai tambah kami perani karet,' terang Sugiyono.
Beberapa waktu lalu, sebanyak 1.000 pasang sandal jepit dipesan oleh Pj Bupati Muba Apriyadi Mahmud. Kemudian, semua pesanan tersebut dibagikan ke berbagai masjid. Pesanan Pj Apriyadi tersebut untuk mendukung usaha prajin sandal jepit industri Kelompok Usaha Bersama Desa Sialang Agung Kecamatan Plakat Tinggi.
Sayangnya, setelah pesanan besar Bupati itu, Sugiyono masih belum menemukan pasar yang berkelanjutan. Dia pun ingin agar ada pasar baru yang bisa menyerap produk buatan rumahnya tersebut.
Sementara itu, Kasubdit Koperasi, UKM dan Penanaman Modal, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ala Baster bersama rombongan dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) berkunjung ke kediaman sekaligus rumah produksi sandal jepit Sugiyono di Plakat Tinggi, Kabupaten Muba.
Dalam kesempatan itu, Ala Baster memompa semangat Sugiyono dan pelaku UMKM lainnya untuk tetap semangat ditengah keterbatasan. Dia mengakui, kendala yang dihadapi oleh Sugiyono pada tahap pemasaran.
Saat ini, yang bersangkutan belum memiliki pangsa pasar yang berkelanjutan untuk memasarkan sandal jepit Sukamaju. Ala Baster berharap, produk yang dihasilkan oleh Sugiyono dan pelaku UMKM lainnya semakin mendapat pasar.
Tentunya, dapat menghasilkan produk yang menjadi ciri khas dari Kabupaten Musi Banyuasin. Sehingga ada daya tarik tersendiri pada saat orang mencari produk tersebut.
"Jaga terus semangatnya, jangan kendor terus berusaha untuk berkembang dan maju. Saat ini dukungan dari pemerintah sudah luar biasa, mulai dari kemudahaan perijinan, adanya berbagai pelatihan, sampai dengan akses permodalan," ucap Ala Baster.