Kamis 09 Nov 2023 03:15 WIB

Lebih Tua dari Stonehenge, Piramida Tertua di Dunia Ada di Indonesia, Ini Lokasinya

Gunung Padang pertama kali ditemukan kembali oleh penjelajah Belanda pada 1890.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Natalia Endah Hapsari
Situs Gunung Padang merupakan piramida tertua di dunia.
Foto: Antara
Situs Gunung Padang merupakan piramida tertua di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Para arkeolog telah menemukan piramida di Indonesia, yaitu Gunung Padang, merupakan piramida tertua di dunia. Piramida ini adalah sebuah megalit sedalam 98 kaki yang tenggelam di dalam bukit batu lava.

Gunung Padang adalah situs kuno yang berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Baca Juga

Melansir laman Daily Mail, Rabu (8/11/2023), Gunung Padang, pertama kali ditemukan kembali oleh penjelajah Belanda pada tahun 1890, sebenarnya mungkin juga merupakan bangunan buatan manusia tertua yang pernah diketahui, setidaknya menurut penanggalan radiokarbon terbaru dari situs kuno tersebut.

Pengujian tersebut menempatkan konstruksi awal piramida, dengan ratusan anak tangga yang dipahat dari lava andesit, berasal dari lebih dari 16 ribu tahun yang lalu, pada Abad Es terakhir.

Itu berarti Gunung Padang kemungkinan berusia lebih dari 10 ribu tahun lebih tua dari semua monumen besar dan piramida Giza di Mesir. Bukan hanya itu bahkan lebih tua dari Stonehenge yang legendaris di Inggris.

Sebagaimana bukti baru-baru ini bahwa Sphynx Mesir dibangun dengan memanfaatkan erosi angin secara cerdas, para pemburu-pengumpul yang membangun Gunung Padang membuat keunggulan arsitektural dengan bekerja sesuai, bukan melawan kondisi lokal mereka. 

Lapisan pertama dan terdalam piramida Indonesia, menurut temuan para peneliti, diukir dari kekayaan alam aliran lava dingin yang ada di situs tersebut. 

Gunung Padang bahkan mungkin terbukti ribuan tahun lebih tua dari 'megalit' Göbekli Tepe yang ditemukan di Turki, yang merupakan pelopor terakhir dalam 'megalit tertua di dunia'. 

Para ilmuwan mengatakan struktur tersebut menjanjikan untuk membalikkan anggapan konvensional mengenai betapa 'primitifnya' masyarakat pemburu-pengumpul sebenarnya - sehingga mengungkap kemampuan rekayasa peradaban kuno yang sebenarnya. 

Para ahli telah menghabiskan lebih dari satu abad memperdebatkan apakah struktur bawah tanah yang dikenal sebagai Gunung Padang (yang berarti 'gunung pencerahan' dalam bahasa lokal) benar-benar merupakan piramida buatan manusia, dan bukan hanya formasi geologi alami. 

Namun antara tahun 2011 dan 2015, ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia memimpin tim arkeolog, ahli geofisika, dan ahli geologi untuk benar-benar mengungkap misteri kuno ini.

Dengan menggunakan radar penembus tanah untuk mengambil gambar bawah permukaan, pengeboran inti, dan teknik penggalian 'parit', Natawidjaja dan rekan penelitinya mampu menyelidiki lapisan pertama Gunung Padang, yang terbentang sepanjang 9 lantai (98 kaki, atau 30 meter) di bawah permukaannya.

"Studi ini dengan kuat menunjukkan bahwa Gunung Padang bukanlah sebuah bukit alami," tulis para arkeolog bulan lalu, di jurnal Archaeological Prospection, setelah bertahun-tahun menganalisis data dari perjalanan masa lalu, 'tetapi sebuah konstruksi mirip piramida.' 

Di inti piramida, tim menemukan apa yang mereka gambarkan sebagai struktur batu lava yang 'dipahat dengan cermat' dan 'masif' yang terbuat dari andesit, sejenis batuan beku berbutir halus.

"Ruangan paling dalam ini, yang dijuluki Unit 4, kemungkinan berasal dari bukit lava alami," tulis mereka. Tentu ini sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektural selama periode glasial terakhir, antara 16 ribu hingga 27 ribu tahun yang lalu. 

Para ilmuwan menggambarkan sekitar 11.500 tahun terakhir keberadaan manusia (dan terus bertambah), sebagai 'periode interglasial' antara Ice Age yang dikenal sebagai Holosen.

Teknik penanggalan radiokarbon, yang digunakan oleh Natawidjaja dan kelompoknya untuk menentukan usia Unit 4, bergantung pada isotop radioaktif atom karbon yang umum ditemukan di seluruh dunia untuk mengukur usia kehidupan 'berbasis karbon' yang sudah tua dan terawetkan.

Karena tingkat peluruhan radioaktif isotop karbon-14 ini, para ilmuwan dapat secara akurat mengukur usia bahan organik mati hingga 60.000 tahun yang lalu.

Untuk memastikan bahwa penanggalan radiokarbon mereka akurat, tim Natawidjaja bersusah payah memilih sampel tanah organik yang tepat dari inti bor dan dinding parit, sampel yang tidak tercemar oleh akar segar dari vegetasi modern. 

Para peneliti sekarang percaya bahwa Gunung Padang dibangun selama ribuan tahun, dalam 'tahapan yang rumit dan canggih'.

Setelah Unit 4 selama Ice Age, Gunung Padang 'ditinggalkan oleh pembangun pertama selama ribuan tahun,' menurut studi baru tim tersebut.

Sekitar tahun 7900–6100 SM, fase berikutnya, Unit 3, tampaknya 'sengaja dikubur dengan timbunan tanah yang cukup besar'. 

Lapisan pilar batu, tangga dan teras berikutnya, Unit 1, dibuat antara tahun 6000 dan 5500 SM, dengan lapisan terakhir, Unit 1, yang lebih muda dari beberapa piramida Mesir, telah selesai dibangun antara tahun 2000 dan 1100 SM.

Beribu-ribu tahun kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengakui semua kerja keras kuno ini, dan menyatakan Gunung Padang sebagai situs warisan budaya lokal pada tahun 1998.

"Pembangun Unit 3 dan Unit 2 di Gunung Padang pasti mempunyai kemampuan tukang batu yang luar biasa, yang tidak sejalan dengan budaya tradisional pemburu-pengumpul," menurut Natawidjaja dan rekan-rekannya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement