Sabtu 11 Nov 2023 08:35 WIB

Kubu Prabowo Bantah Pencalonan Gibran Nepotisme 

Nusron sebut Gibran bisa jadi bacawapres karena dipilih.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Dewan Pengarah Jagat Prabowo Nusron Wahid
Foto: Republika/Febryan A
Ketua Dewan Pengarah Jagat Prabowo Nusron Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid membantah anggapan soal pencalonan Gibran adalah bentuk nepotisme Presiden Jokowi. Sebab, Gibran bisa terpilih sebagai wapres ditentukan oleh rakyat, bukan oleh bapaknya, Jokowi. 

"Nepotismenya di mana? Nepotisme itu kalau presiden mengangkat anaknya menjadi menteri. Seorang bupati mengangkat anaknya atau istrinya sebagai kepala dinas atau sekda itu baru namanya nepotisme," kata Nusron kepada wartawan usai rapat TKN di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Kamis (9/11/2023) malam. 

Baca Juga

Nusron menjelaskan, penunjukan seperti itu tidak terjadi pada Gibran. Sebab, jabatan cawapres adalah elected official atau hanya bisa diraih apabila seseorang dipilih oleh mayoritas rakyat dalam pemilihan. 

"Nepotismenya di mana kalau elected karena yang milih rakyat. Kalau Pak Jokowi mau memilih anaknya, kan suaranya dihitung satu. Kalau bapak-bapak (rakyat yang lain) tidak milih, kan ya mohon maaf tidak juga," kata politikus Golkar itu. 

Dia menekankan bahwa suara presiden dan rakyat lainnya sama bobotnya dalam pilpres. Suara presiden dihitung satu, begit pula suara seorang petani. 

Karena itu, Nusron meminta kubu pasangan capres-cawapres lainnya untuk "bermain" dengan sehat dalam Pilpres 2024. Jangan ada lagi upaya untuk membatalkan pencalonan Gibran. 

"Tidak usah mengatakan kalau demokrasi luka apa yang demokrasi luka? Wong semua bebas memang semua orang berhak untuk memilih kok," kata anggota DPR RI itu. 

Sebelumnya, Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid menyayangkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Dia kecewa lantaran Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimum capres-cawapres, yang membuka jalan bagi Gibran menjadi cawapres, tidak dibatalkan meski Hakim Konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar kode etik ketika membuat putusan tersebut. 

"Walaupun sudah terbukti bahwa terjadi pelanggaran etik berat, putusan MK nomor 90 terkait soal usia capres cawapres tetap sah. Artinya rakyat harus menerima proses demokrasi pilpres ini telah dimulai dengan luka serius, sejarah mencatat ini," kata Arsjad di Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). 

MKMK membacakan putusan atas perkara pelanggaran kode etik Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023) sore. MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. 

MKMK menyatakan, Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b dan Prinsip Integritas Penerapan angka 2 karena terlibat dalam pembuatan putusan MK perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b berbunyi pada intinya melarang hakim konstitusi terlibat dalam pemeriksaaan perkara yang anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan. Adapun Gibran adalah keponakannya Anwar. 

Anwar juga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Independensi Penerapan angka 1,2, dan 3 karena sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan keputusan perkara nomor 90. 

Karena itu, sejumlah sanksi dijatuhkan kepada Anwar. Salah satunya sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Artinya, Anwar hanya kehilangan jabatan ketua, tapi tetap menjabat sebagai hakim konstitusi yang mulia lagi terhormat.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement