Selasa 21 Nov 2023 19:18 WIB

Rapor Merah Penegakan Hukum Era Jokowi, Ketum Golkar Sarankan Ganjar Tanya Mahfud

Airlangga Hartarto berharap, penyelenggaraah Pemilu 2024 berlangsung fair.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar merespons capres PDIP Ganjar Pranowo yang memberikan rapor merah atas penegakan hukum yang jeblok pada era Presiden Joko Widodo. Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menyarankan Ganjar menanyakan itu ke Menko Polhukam Mahfud Md.

"Tentu harus ditanyakan kepada Menko Polhukam," kata Airlangga di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (21/11/2023). Uniknya, Mahfud yang menjabat Menko Polhukam merupakan cawapres pasangan Ganjar sendiri.

Ganjar dan Mahfud merupakan pasangan capres-cawapres dengan nomor urut tiga untuk Pilpres 2024. Airlangga berpendapat, pertanyaan terkait penegakan hukum tidak tepat disampaikan kepadanya.

Sebab, dalam pemerintahan Airlangga Hartarto merupakan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian. Karena itu, yang lebih tepat menjawab soal hukum adalah Menko Polhukam. "Karena saya Menko Perekonomian," ujar Airlangga.

Respons itu diberikan Airlangga Hartarto usai melakukan pengarahan kepada bakal calon kepala daerah dan calon wakil kepada daerah dari Partai Golkar. Pengarahan digelar di kantor DPP Partai Golkar.

Terkait permintaan agar penyelenggara pemilihan umum agar bisa bersikap netral, Airlangga merasa, hal itu merupakan harapan semua partai politik. Namun, Airlangga mengaku optimistis, penyelenggaraan Pemilu 2024 bisa berlangsung fair. "Golkar selalu optimis," kata Airlangga.

Sebelumnya, capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo, memberikan rapor merah terhadap penegakan hukum pada akhir pemerintahan Presiden Jokowi. Rapor merah turut diberikan Ganjar untuk HAM dan penyelesaian korupsi.

Hal itu disampaikan saat menghadiri sarasehan Ikatan Keluarga Alumni Universitas Negeri Makassar (IKA UNM) di Makassar, Sulawesi Selatan. Angka lima diberikan saat menjawab pertanyaan pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement