Kamis 23 Nov 2023 17:30 WIB

Korut Akhiri Kesepakatan Militer yang Bertujuan Reduksi Ketegangan dengan Korsel

Korut memutuskan keluar dari North-South Military Agreement

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un bersama Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu
Foto: AP
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un bersama Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG – Korea Utara (Korut) memutuskan keluar dari North-South Military Agreement yang disepakati dengan Korea Selatan (Korsel) pada September 2018. Korsel telah terlebih dulu mengumumkan penangguhan sebagian dari perjanjian tersebut sebagai respons atas peluncuran satelit mata-mata oleh Pyongyang pada Selasa (21/10/2023) lalu.

“Mulai sekarang, tentara kami tidak akan pernah terikat oleh North-South Military Agreement 19 September (2018). Kami akan menarik langkah-langkah militer yang bertujuan mencegah ketegangan dan konflik militer di semua bidang termasuk darat, laut dan udara, serta mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan perangkat keras militer jenis baru di wilayah sepanjang Garis Demarkasi Militer,” kata Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korut, Kamis (23/11/2023), dilaporkan kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA).

Baca Juga

North-South Military Agreement disepakati bersama oleh mantan presiden Korsel Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong-un ketika mereka menggelar pertemuan tingkat tinggi pada September 2018. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Korut-Korsel sepakat memberlakukan zona penyangga di mana latihan penembakan dengan peluru tajam dihentikan, zona larangan terbang diterapkan dan beberapa pos penjagaan disisihkan. Terdapat beberapa tindakan lainnya yang tercakup dalam kesepakatan itu. 

Kemenhan Korut menekankan, peluncuran satelit oleh negaranya merupakan sebuah langkah yang berkaitan dengan hak untuk membela diri serta pelaksanaan kedaulatan yang sah dan adil. Menurut mereka, langkah tersebut wajar diambil mengingat berbagai gerakan militer musuh di sekitar Semenanjung Korea.

Korut menilai, Korsel menjadi sangat histeris dengan konfrontasi karena menyebut hak hukum Pyongyang sebagai pelanggaran terhadap resolusi PBB dan tindakan ilegal. Korut pun menyoroti bagaimana Seoul tanpa ragu menangguhkan sebagian implementasi North-South Military Agreement. “North-South Military Agreement 19 September telah lama direduksi menjadi sekadar secarik kertas karena tindakan yang disengaja dan provokatif dari orang-orang ‘Korsel’,” kata Kemenhan Korut.

Pada Selasa (21/11/2023) lalu, Korut berhasil meluncurkan satelit pengintaian mereka ke orbit. Sebelumnya Pyongyang sudah pernah melakukan dua kali percobaan peluncuran tapi gagal. Pada Rabu (22/11/2023) kemarin, Korut mengumumkan bahwa satelit mereka sudah berada di orbit.

Bersamaan dengan pengumuman tersebut, Korsel menyatakan bahwa mereka menangguhkan sebagian North-South Military Agreement. Perjanjian itu dibuat dengan maksud mengurangi ketegangan kedua negara yang belum resmi berdamai sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953.

Menteri Pertahanan Korsel Shin Won-sik mengatakan, penangguhan sebagian perjanjian North-South Military Agreement oleh negaranya merupakan respons proporsional dan tindakan defensif minimal. Korsel disebut akan melanjutkan kegiatan pengintaian dan pengawasan di sekitar perbatasan mereka dengan Korut.  

Militer Korsel mengungkapkan, satelit yang diluncurkan Korut diyakini telah memasuki orbit. Namun diperlukan waktu untuk menilai apakah satelit tersebut beroperasi secara normal. Badan intelijen Korsel mengatakan kepada anggota parlemen pada Kamis bahwa saran teknis Rusia berada di balik peluncuran satelit Korut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement