REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan mengatakan, reformasi kebijakan pertanian akan menghindari kemungkinan permasalahan penyediaan pangan, terutama kebutuhan pokok.
"Maka dari itu, Indonesia ke depan harus mereformasi kebijakan pertanian," ujar Fadhil dalam Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024 di Jakarta, Rabu (7/12/2023).
Menurut dia, kemungkinan permasalahan penyediaan kebutuhan pokok yang dihadapi Indonesia seiring dengan tidak berkembangnya Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia dalam lima tahun terakhir. Pada 2018, skor GFSI Indonesia tercatat berada pada level 62,4, yang kemudian menurun ke level 60,4 di 2019, sedikit meningkat ke level 61,4 di 2020, kembali menurun ke level 59,2 di 2021, dan naik tipis ke level 60,2 di 2022.
Fadhil menjelaskan, terdapat beberapa komponen dari indeks ketahanan pangan yang diterbitkan oleh Economist Impact tersebut, antara lain masalah keterjangkauan (affordability), ketersediaan (availability), kualitas (quality), keamanan (safety), keberlanjutan (sustainability), dan adaptasi (adaptation). Dari seluruh komponen, masalah utama yang dihadapi ketahanan pangan Indonesia yakni ketersediaan, sedangkan untuk keterjangkauan justru lebih baik dari komponen yang lain.
"Jadi kalau misalnya menyangkut ketersediaan pangan, maka di masyarakat ada permasalahan dengan produksi bahan pangan tersebut," kata Fadhil.
Dia berpendapat, terdapat dua kemungkinan penyebab kurangnya produksi pangan di Indonesia, yakni produktivitas yang rendah serta keterbatasan ekspansi areal pertanian. Oleh karenanya, kata dia, salah satu agenda Indonesia ke depan di sektor pertanian yang perlu dilakukan pemerintah yakni perluasan areal pertanian. Pasalnya, areal pertanian kini sangat terbatas akibat dari konversi lahan.
Selain itu untuk meningkatkan produktivitas yang rendah di sektor pertanian, peranan lembaga riset dan pengembangan menjadi penting. "Sementara kita lihat akhir-akhir ini kelembagaan riset dan pengembangan justru semakin menunjukkan sumbangan yang tidak signifikan lagi karena serba instan," ungkap Fadhil.