REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan kredibilitas dan otoritas Dewan Keamanan PBB rusak parah.
"Otoritas dan kredibilitas Dewan Keamanan rusak berat sampai resolusi pun tidak diimplementasikan," kata Guterres mengenai resolusi PBB yang gagal disahkan karena veto Amerika Serikat. Resolusi itu pada dasarnya menyerukan bantuan kemanusiaan yang lebih banyak untuk warga Palestina, terutama di Jalur Gaza.
Berbicara dalam Forum Doha yang diadakan di Qatar pada Ahad (10/12/2023), Guterres mengkritik "diamnya" Dewan Keamanan PBB terhadap konflik di Gaza.
"Serangan mengerikan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober, yang diikuti bombardemen tanpa henti oleh Israel di Gaza, ditanggapi dengan bungkamnya Dewan Keamanan. Setelah lebih dari satu bulan, Dewan akhirnya mengeluarkan resolusi tersebut, dan saya menyambut baik. Tapi saya menyesalkan bahwa resolusi itu tak bisa diterapkan," katanya.
Guterres menggarisbawahi bahwa tidak ada tempat berlindung yang aman bagi warga sipil Gaza. Dia menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza di tengah bombardemen Israel di wilayah Palestina.
"Jumlah korban sipil di Gaza dalam waktu sesingkat ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya," kata dia.
Sekjen PBB itu memperkirakan "ketertiban umum akan segera runtuh dan situasi yang lebih buruk bisa terjadi, termasuk epidemi dan bertambahnya arus pengungsian massal ke Mesir."
Guterres meminta Dewan Keamanan PBB melakukan tekanan guna mencegah bencana kemanusiaan. Dia juga menegaskan kembali "seruannya agar gencatan senjata kemanusiaan diumumkan."
"Saya berjanji tidak akan menyerah," tambah Guterres.
Amerika Serikat memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB pada Jumat yang menuntut gencatan senjata segera untuk menghentikan pertumpahan darah di Jalur Gaza ketika jumlah korban tewas terus bertambah.
Israel melanjutkan serangan militernya di Jalur Gaza pada 1 Desember setelah jeda kemanusiaan selama seminggu berakhir.