REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan bahwa dirinya sudah berkeliling pulau besar di Indonesia dalam rangka kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Dari hasil blusukannya tersebut, dia mendengarkan, keluhan dan aspirasi masyarakat yang berketidakkecukupan.
Dari sana, dia juga melihat banyak daerah yang fasilitas kesehatannya sangat minim. Akses pendidikan masyarakatnya juga sulit diraih, sehingga sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul akan sulit terwujud.
"Bapak/ibu, bagaimana menolongnya, mereka kalau membawa ke rumah sakit, rumah sakit jauh, ke mana mereka harus lewat, bukan jalannya rusak atau jelek, tidak ada jalan, dan kemudian kita berpesta pora tinggi-tinggi sekali," ujar Ganjar dalam acara sarasehan nasional alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, Kamis (28/12/2023).
"Maaf dan Rp 400 triliun mau digunakan untuk makan siang," katanya disambut tawa oleh peserta sarasehan tersebut.
Alumni GMNI dipandangnya sebagai kelompok yang intelektual dan kritis terhadap jargon ketiga pasangan calon yang berkontestasi pada Pilpres 2024. Namun tegasnya, politikus memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi, bukan gimmick.
"Pada soal jargon, pada soal program, pada soal gimmick, karena di balik politik yang besar, di balik debat yang ditonton tepuk tangan yang sangat meriah, sebenarnya ada tanggung jawab moral kita untuk melakukan pendidikan politik kepada rakyat. Jangan bohongi rakyat," ujar Ganjar.
Menurutnya, tidak mungkin pemerintah hanya dikelola dengan gimmick dan tampilan visualnya. Padahal dunia dilanda ketidakpastian yang membutuhkan pemimpin yang paham dengan kondisi geopolitik dunia.
"Dinamikanya sangat keras, gencetannya sangat kuat, dan kita mesti menempatkan diri. Maka kalau cerita ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (ipoleksosbudhankam), mari kita cerita lagi berdaulat kah politik kita," ujar Ganjar.
"Mandiri kah ekonomi kita? Apakah kita memegang kebudayaan kita? Atau kita cuman mau ngenger (ikut-ikutan) saja kepada mereka yang ada di sana," sambung mantan gubernur Jawa Tengah itu.