REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Ary Zulfikar menyajikan analisis mengenai potensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada awal tahun 2024.
Hal itu disampaikan Ary saat menjadi pembicara di Seminar Bisnis Awal Tahun bertajuk 'Mempersiapkan Produk dan Membangun Pasar Ekspor UMKM'. Seminar via Zoom Meeting ini diselenggarakan oleh PBA bersama RamTV pada Kamis (4/1/2024).
Ia memulai presentasinya dengan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.
"Pertumbuhan ekonomi kita cukup menggembirakan pada tahun 2023. Di tengah ketidakpastian yang masih dirasakan oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat pascapandemi, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen," ujar pria yang akrab disapa Azoo ini.
Menurut Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut, pertumbuhan ekonomi ini turut disumbangkan oleh sektor UMKM. Hal ini terlihat dari kontribusi UMKM terhadap pembentukan PDB mencapai 61,1 persen per tahun.
Meskipun sempat mengalami penurunan, lanjut Azoo, UMKM tetap bertahan dan menerima berbagai kebijakan untuk mempermudah operasional mereka selama masa pandemi. Azoo lantas menyoroti perbandingan angka UMKM di Indonesia, yang secara statistik memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara.
"Potensi UMKM kita sangat besar, unggul di antara negara-negara sejenis seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina," ungkapnya.
Kendati demikian, ia menitikberatkan perhatian pada tantangan utama yang dihadapi pelaku UMKM, terutama terkait dengan permodalan dan pemasaran.
Dalam konteks permodalan UMKM, ia menilai informasi mengenai sumber pendanaan usaha sangat minim di kalangan pelaku UMKM. Selain itu, syarat kredit bank, yang dinilai memiliki mekanisme credit scoring kurang mengakomodasi business cycle dari UMKM, juga menjadi kendala.
Azoo menuturkan, literasi keuangan yang minim di kalangan pelaku UMKM turut mempengaruhi penilaian lembaga keuangan terhadap kelayakan kredit, seperti kurangnya perhatian pada laporan keuangan dan pencampuran keuangan pribadi dengan usaha.
"Mekanisme penilaian kredit biasanya pasti akan melihat laporan keuangan. Persoalannya adalah banyak dari pelaku UMKM, terutama yang beroperasi di sektor mikro, kurang memahami bagaimana mengelola keuangan dengan baik, sehingga tidak ada data atau riwayat transaksi yang memadai," tuturnya.
"Inilah yang perlu dipelajari oleh pelaku UMKM, yaitu bagaimana mengelola penerimaan dengan baik dan memisahkan keuangan usaha dari pribadi," kata Azoo menambahkan.
Survei Bank Indonesia mengindikasikan bahwa masalah akses ke permodalan masih signifikan, di mana 69,5 persen UMKM belum mendapatkan kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Menurut Azoo, hal ini menyebabkan kesenjangan UMKM di Indonesia yang mencapai Rp1.605 triliun.
Tantangan UMKM selanjutnya adalah terkait pemasaran produk. Azoo menyadari bahwa UMKM membutuhkan merek yang kuat melalui pemasaran. Namun, biaya promosi yang tinggi menjadi kendala utama.
Oleh karena itu, ia mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan marketplace dalam dunia digital.
Untuk memperluas skala pemasaran ke tingkat global, Azoo mengatakan pemilihan marketplace yang tepat dapat membantu usaha tumbuh lebih baik.
Ia menyarankan agar pelaku UMKM memilih marketplace yang tidak hanya terbuka dan dapat diakses oleh pasar lokal, tetapi juga pasar internasional.
"Jika kita ingin menyasar ke Korea Selatan, kita disarankan untuk memasarkan produk tidak hanya di Tokopedia yang beroperasi di Indonesia. Begitu juga jika kita ingin masuk ke pasar di Jepang, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya," tutur Azoo.
"Pelaku UMKM perlu mempelajari cara memasarkan produknya di marketplace negara-negara tersebut, seperti Shopee yang memiliki basis operasi di berbagai negara dan menawarkan program go ekspor," katanya.
Founder Sinergi Sejuta UMKM (SSU) dan CEO RAMtivi, Cucuk Sumardiono, dalam seminar ini juga menyampaikan program yang selama ini digagas olehnya, yaitu Sinergi Sejuta UMKM yang dibentuk sejak 2018. Salah satu kegiatannya yaitu melakukan pendampingan dan pemberdayaan UMKM di seluruh Indonesia. Dan hingga hari ini tercatat ada 16 ribu lebih yang tergabung dalam kegiatan program, yang aktif berjualan itu ada 6.000-an. Kebetulan kami beberapa bulan terakhir ini melakukan edukasi #JanganTakut ekspor. Hingga hari ini sudah kelas ke-3 yang jumlahnya 650-an orang. Mengambil nama #JanganTakutEkspor harapannya agar teman-teman UMKM berani melangkah menuju ekspor. Dengan adanya tujuan yang sama dengan teman-teman PBA, makanya acara ini terselenggara untuk berkolaborasi mengawali apa saja prospek ekspor 2024 nanti. Semoga ke depan bisa berkolaborasi terutama dengan jejaring PBA yang pernah berhasil di Malaysia, menjalin kerjasama dengan Korea Selatan, bahkan Kang Azoo sebagai ambassador bisa membawa ke San Marino.”
Hadir sebagai penanggap adalah seorang pegiat UMKM, pemerhati koperasi, Dewi Tenty yang juga Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga PBA menyorot tentang kemudahan berusaha salah satunya dengan dibolehkan membuat PT perorangan sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Selain itu ia juga memberikan sebuah fakta menarik yang bisa ditangkap oleh UMKM sebagai peluang yaitu tentang ditetapkannya bawang goreng sebagai bumbu terenak di dunia versi Taste Atlas. Dalam menambah kemenarikan produk, katanya, penting juga membuat narasi sebuah produk karena dengan narasi itu konsumen bisa mengetahui hal-hal unik yang terjadi dalam proses terciptanya produk.
Seminar Bisnis Awal Tahun: Mempersiapkan Produk dan Membangun Pasar Ekspor UMKM yang dilangsungkan selama 2 jam disambut antusias oleh 85 peserta hingga berakhir. Masing-masing pihak penyelenggara juga bersepakat untuk terus menjajaki peluang kolaborasi demi mewujudkan produk UMKM go international.