Kamis 11 Jan 2024 21:20 WIB

Arab Saudi Membagi Masjidil Haram Menjadi Zona Berkode

Ini untuk memberikan panduan yang mudah bagi jamaah dan pekerja.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah haji berusaha memegang pintu Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Selasa (13/6/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Jamaah haji berusaha memegang pintu Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Selasa (13/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Badan negara Arab Saudi yang bertanggung jawab atas dua situs tersuci Islam telah menandatangani perjanjian untuk pembagian Masjidil Haram menjadi zona berkode untuk memfasilitasi akses jamaah ke tempat yang luas.

Dilansir dari Saudi Gazette, Kamis (11/1/2024), Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Masjid Suci menandatangani pakta dengan Perusahaan Pos dan Logistik Saudi di sela-sela konferensi tentang layanan yang berkaitan dengan ziarah Haji Islam.

Baca Juga

Kesepakatan tersebut bertujuan mempelajari pembagian Masjidil Haram, situs paling suci Islam, dan halaman luarnya menjadi zona berkode. Ini untuk membantu menentukan lokasi geografis yang tepat dan memberikan panduan yang mudah bagi jamaah dan pekerja di seluruh tempat.

Perjanjian tersebut akan membantu mengukur kinerja, dan distribusi tenaga kerja berdasarkan akomodasi dan kapasitas operasional, sehingga memastikan standar layanan tertinggi yang diberikan di seluruh masjid.

Masjidil Haram di Makkah adalah rumah bagi Ka'bah Suci, menarik jutaan Muslim setiap tahun dari seluruh dunia untuk berdoa dan melakukan umroh atau ziarah kecil. Menurut Menteri Haji dan Umrah Saudi Tawfiq Al Rabiah, jumlah peziarah umroh mencapai rekor 13,5 juta pada tahun lalu.

Arab Saudi, dalam beberapa bulan terakhir telah meluncurkan sejumlah fasilitas untuk umat Islam yang ingin melakukan umroh. Di antaranya, pemegang visa diizinkan untuk memasuki kerajaan melalui semua outlet darat, udara dan laut.

Dalam langkah fasilitasi baru, Arab Saudi telah mengizinkan warganya untuk mengajukan permohonan mengundang teman-teman mereka di luar negeri untuk mengunjungi kerajaan dan melakukan umroh. Peziarah wanita juga tidak lagi diharuskan ditemani oleh wali laki-laki.

Kerajaan juga mengatakan ekspatriat yang tinggal di negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk memenuhi syarat untuk mengajukan visa turis, terlepas dari profesi mereka, dan dapat melakukan umroh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement