REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kapan seorang hamba Allah SWT siap menghadapi kematian? Apa yang harus diperjuangkan seseorang agar dia benar-benar siap menempuh jalan ini?
Ketahuilah bahwa kematian adalah ungkapan yang digunakan untuk perjalanan dari dunia ini menuju Hadirat Ilahi, karena kepada Allah SWT tempat kembalinya yang terakhir.
Siapapun yang bepergian ke istana kerajaan memerlukan tiga hal untuk perjalanannya. Yakni pemutusan ikatan yang menghalanginya untuk maju, penyiapan ketentuan jalan, dan hadiah yang dapat diterima raja, untuk diberikan kepadanya dan untuk mencapai kesenangannya.
Demikian juga seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan menuju Hadirat Ilahi memerlukan tiga hal. Yakni, persiapan perbekalannya, pemutusan tali silaturahmi, dan pemberian bingkisan.
Rezeki musafir mengacu pada kesadaran mendalam akan Tuhan (taqwa). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
. . . . . . . . Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat. (QS Al-Baqarah Ayat 197)
Putusnya tali silaturahim berarti terputusnya hati dari kesenangan dunia. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Muhammad SAW, “… ketidakpedulian terhadap tempat tinggal delusi."
Anugerah yang dipersembahkan kepada Raja adalah cinta yang asal mulanya ada pada pengetahuan yang benar (makrifat) dan iman (iman).
Pertama, ketentuan jalan
Tidak ada bekal perjalanan menuju akhirat kecuali takwa. Takwa berarti menaati perintah Allah SWT dan menjauhi apa yang dilarang-Nya sedemikian rupa sehingga memenuhi seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Jika selama ini seseorang selalu berbuat demikian, maka inilah suatu jenis kehebatan dan kekuatan batin yang tidak ada bandingannya. Namun jika seseorang mempunyai kekurangan dalam hal ini, maka dia tidak akan siap (untuk akhirat) kecuali dengan memperbaikinya.
Hal ini dapat dilakukan dengan menganalisis dan merefleksikan keadaan seseorang sejak pertama kali mencapai usia tanggung jawab hukum (baligh). Hamba tersebut kemudian harus menyibukkan diri dengan memperbaiki apa yang telah berlalu, dan berusaha memperbaiki hal-hal yang telah dilakukannya secara keliru.
Adapun perintah Allah SWT, hendaknya seorang hamba memulai dengan rukun Islam yang utama, seperti sholat, zakat, dan haji. Jika seseorang menemukan kekurangan dalam pelaksanaan salah satu tindakan ini, ia harus berusaha menghilangkan beban tanggung jawab dari dirinya sendiri dengan menebusnya. Seseorang harus terus melakukannya sampai dia yakin bahwa tidak ada kewajiban yang terlewatkan.
Adapun larangannya (ada dua jenis). Jenis yang pertama sepenuhnya berkaitan dengan hak-hak Allah SWT (dan bukan hak orang lain), seperti zina, meminum minuman beralkohol, mendengarkan alat musik, dan melakukan perbuatan terlarang (lainnya).
Tidak menaati larangan semacam ini dapat diatasi dengan bertobat dengan tulus, merasakan penyesalan yang mendalam atas dosa tersebut, memohon ampun dan ampun kepada Allah SWT, dan bertekad kuat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Ketahuilah bahwa tobat yang tulus adalah obat bagi segala dosa, dan orang yang bertaubat ibarat orang yang tidak berbuat dosa sama sekali.
Larangan yang kedua berkaitan dengan hak-hak hamba yang lain, misalnya menganiaya seseorang dari segi harta atau nama baik. Melanggar larangan semacam ini dapat diperbaiki dengan mengembalikan haknya kepada orang yang tertindas.