Selasa 30 Jan 2024 23:15 WIB

Perlunya Pembaharuan NU

NU sudah seharusnya melakukan pembaharuan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil
Logo harlah ke-101 Nahdlatul Ulama (NU).
Foto: Dok Republika
Logo harlah ke-101 Nahdlatul Ulama (NU).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Nahdlatul Ulama (NU) sudah memasuki abad kedua perjalanan dakwahnya. Hal ini ditandai dengan Harlah NU ke-101 yang digelar di DIY pada 28-31 Januari 2024.

Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir pun menegaskan bahwa NU sudah seharusnya melakukan pembaharuan (tajdid). Hal ini disampaikan dalam Halaqah Nasional Strategi Peradaban NU yang merupakan salah satu rangkaian Harlah NU ke-101 yang digelar di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Bantul, Senin (29/1/2024).

Baca Juga

"Sekarang NU sudah berusia satu abad lebih satu tahun. Itu sudah saatnya dilakukan tajdid (pembaharuan)," kata Kiai Afif.

Ia pun mengutip hadits Nabi yang berarti 'Sesungguhnya untuk umat ini, Allah ta'ala akan melahirkan pada setiap ujung 100 tahun dari padanya seseorang yang memperbaharui agamanya'. Dikatakan bahwa hadits tersebut tidak saja ditujukan untuk pembaharuan agama, tetapi berlaku juga bagi jamiyah NU.

"Ini menurut saya tidak hanya berlaku kepada agama Islam secara keseluruhan, akan tetapi juga bagi NU," ucapnya.

Kiai Afif menuturkan bahwa konsen PBNU menyelenggarakan halaqah fiqih peradaban di seluruh wilayah di Indonesia yang merupakan salah satu bentuk pembaharuan alias tajdid yang dimaksud.

"Mungkin konsen PBNU dengan yang namanya fiqih peradaban itu merupakan salah satu bentuk daripada tajdid, pembaharuan," ujarnya.

Kiai Afif pun menjelaskan tiga makna pembaharuan NU dalam pandangannya. Pertama yakni pembaharuan adalah mengembalikan ke tujuan awal dibentuknya NU.

"Mengembalikan NU sebagaimana awal dia dilahirkan, seperti apa kondisinya NU saat itu, dikembalikan," ungkap Kiai Afif.

Kedua, pembaharuan berarti menghidupkan perkara yang sudah tidak lagi berdaya. "Barangkali ada elemen-elemen yang sudah tidak berdaya dalam NU, perlu dihidupkan," jelasnya.

Ketiga, lanjut Kiai Afif yakni pembaharuan dengan memperbaiki hal yang sudah dianggap tidak baik. "Itu adalah beberapa bentuk daripada tajdid," katanya.

Selain Kiai Afif, halaqah yang dipandu Prof Ismail Fajri Alatas ini juga diisi oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), H Muhammad Cholil (dari COO Center for Shared Civilizational Values, North Caroline, Amerika Serikat), dan Prof Robert W Hefner (dari Universitas Boston, Amerika Serikat).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement