Rabu 31 Jan 2024 15:41 WIB

Minum Sari Kurma Mentah, Pria Ini Terinfeksi Virus Nipah, Otaknya Membengkak Lalu Wafat

WHO klasifikasikan virus Nipah sebagai patogen prioritas dengan potensi pandemi.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Kelelawar buah yang terinfeksi menjadi salah satu penyebab penyebaran virus Nipah. Seorang warga Bangladesh terinfeksi virus Nipah setelah minum sari kurma yang terkontaminasi.
Foto: EPA
Kelelawar buah yang terinfeksi menjadi salah satu penyebab penyebaran virus Nipah. Seorang warga Bangladesh terinfeksi virus Nipah setelah minum sari kurma yang terkontaminasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pria asal Bangladesh yang tidak diungkap identitasnya dilaporkan meninggal dunia karena virus Nipah. Dia mengalami pembengkakan otak setelah meminum sari kurma mentah yang terkontaminasi urine atau air liur kelelawar buah yang terinfeksi virus tersebut.

Virus Nipah, yang menginspirasi cerita dalam film blockbuster Contagion tentang pandemi global, bisa menewaskan hingga 75 persen orang yang terinfeksi. Direktur Institut Epidemiologi, Pengendalian dan Penelitian Penyakit (IEDCR) Kementerian Kesehatan Bangladesh, Tahmina Shirin, telah mengonfirmasi kasus kematian itu.

Baca Juga

"Sampelnya dikirim untuk uji laboratorium, dan hasilnya positif. Kami mengetahui bahwa orang tersebut meminum sari kurma mentah," ungkap Shirin, dikutip dari laman The Sun, Rabu (31/1/2024).

Kementerian Kesehatan Bangladesh telah memperingatkan masyarakat agar tidak meminum sari kurma mentah, sebab sudah ada 139 orang tertular virus Nipah setelah mengonsumsi minuman yang terkontaminasi. Nipah adalah virus zoonosis yang ditularkan dari hewan seperti kelelawar buah dan babi ke manusia.

Penyakit akibat virus Nipah pertama kali diidentifikasi di Malaysia pada 1999, namun sebagian besar penyakit menyebar di Bangladesh dan India. Sebanyak 10 dari 14 orang yang terinfeksi virus Nipah di Bangladesh meninggal pada 2023.

Menurut IEDCR, itu adalah jumlah kematian tertinggi dalam tujuh tahun. Dari pasien yang selamat, sekitar 20 persen mengidap kondisi neurologis jangka panjang, termasuk perubahan kepribadian atau gangguan kejang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengategorikan Nipah sebagai "patogen prioritas" dengan potensi pandemi. Penyakit itu dapat dengan cepat menyerang sistem pernapasan dan saraf pusat. Belum ada obat atau vaksin untuk mengobati Nipah, namun delapan kelompok ahli sedang berupaya mengembangkan suntikan untuk memitigasi virus tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement