REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fragmen-fragmen tulang yang digali di sebuah gua di Jerman tengah menunjukkan bahwa spesies kita berkelana ke garis lintang tinggi yang dingin di Eropa lebih dari 45.000 tahun yang lalu dalam sebuah temuan yang menulis ulang sejarah awal Homo sapiens di benua yang saat itu masih dihuni oleh sepupu kita, para Neanderthal. Itu jauh lebih awal dari yang diketahui sebelumnya.
Dilansir Reuters, Jumat (2/2/2024), para ilmuwan mengatakan pada Rabu (31/1/2024) bahwa mereka mengidentifikasi melalui DNA kuno 13 sisa kerangka Homo sapiens di gua Ilsenhöhle, yang terletak di bawah kastil puncak bukit abad pertengahan di kota Ranis, Jerman. Tulang-tulang itu diperkirakan berumur hingga 47.500 tahun. Hingga saat ini, sisa-sisa Homo sapiens tertua di Eropa tengah bagian utara dan barat laut berusia sekitar 40.000 tahun.
“Fragmen-fragmen ini ditentukan secara langsung oleh radiokarbon dan menghasilkan DNA Homo sapiens yang terawetkan dengan baik,” kata ahli paleoantropologi dan pemimpin penelitian Jean-Jacques Hublin dari Collège de France di Paris.
Homo sapiens muncul di Afrika lebih dari 300.000 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke seluruh dunia dan bertemu dengan populasi manusia lainnya, termasuk para Neanderthal. Catatan fosil yang tidak jelas masih menyisakan ketidakjelasan mengenai bagaimana Homo sapiens menyebar ke seluruh Eropa dan apa peran spesies kita dalam kepunahan para Neanderthal, yang menghilang sekitar 40.000 tahun yang lalu.
Penelitian tersebut, yang dipresentasikan dalam tiga studi yang dipublikasikan di jurnal Nature and Nature Ecology & Evolution, menunjukkan bahwa dulu wilayah tersebut lebih dingin dibandingkan sekarang menggambarkan bagaimana Homo sapiens, meskipun berasal dari Afrika yang lebih hangat, beradaptasi dengan relatif cepat terhadap kondisi yang sangat dingin. Wilayah yang dimaksud adalah kondisi stepa-tundra yang dingin mirip dengan Siberia atau Skandinavia saat ini.
Para peneliti menyimpulkan bahwa sekelompok kecil pemburu-pengumpul yang berpindah-pindah menggunakan gua tersebut secara sporadis saat mereka menjelajahi lanskap yang dipenuhi para Mamalia Zaman Es, dan pada waktu lain gua tersebut ditempati oleh hyena-hyena gua dan beruang-beruang gua.
“Situs di Ranis ditempati selama beberapa kunjungan jangka pendek, dan bukan sebagai lokasi perkemahan besar,” kata arkeolog Marcel Weiss dari Friedrich-Alexander-Universität Erlangen-Nürnberg di Jerman, salah satu pemimpin penelitian.
Artefak tulang dan batu dari gua menunjukkan....