REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali yang lebih dikenal sebagai Imam Al Ghazali mengisahkan seorang ulama zuhud yang memberi nasihat kepada penguasa yang disegani. Hingga dalam pikiran penguasa itu muncul keinginan untuk membunuh ulama yang memberinya nasihat.
Diriwayatkan, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Pada saat hendak memasuki kota Makkah, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik memanggil orang shalih dari kalangan tabi'in yang bernama Thawus al-Yamani.
Ketika Thawus al-Yamani sampai ke hadapan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, Thawus al-Yamani melepaskan alas kaki dan menyimpannya di sisi permadani kerajaan.
Kemudian Thawus al-Yamani berkata, "Salam atasmu, wahai Hisyam." (Thawus al-Yamani tidak menyapa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik dengan sebutan Amirul Mukminin).
Kemudian Thawus al-Yamani duduk di hadapan Khalifah sambil berkata, "Apa kabar kamu, wahai Hisyam."
Melihat perilaku orang shalih dari kalangan tabi'in seperti itu, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik sangat murka. Sehingga Khalifah Hisyam bin Abdul Malik ingin membunuh Thawus al-Yamani.
Namun Khalifah Hisyam bin Abdul Malik ingat bahwa di Tanah Suci Makkah diharamkan membunuh. Sehingga Thawus al-Yamani tidak jadi dibunuh.
Kemudian Khalifah Hisyam bin Abdul Malik bertanya kepada Thawus al-Yamani, "Ya Thawus, mengapa kamu berperilaku demikian di hadapanku? Mengapa, kamu membuka alas kakimu dan menaruhnya di sisi permadaniku? Mengapa kamu tidak mencium tanganku? Mengapa kamu tidak memanggilku Amirul Mukminin? Mengapa kamu duduk di hadapanku tanpa izinku? Mengapa kamu menyapaku dengan namaku begitu saja?"
Kemudian Thawus al-Yamani menjawab, "Mengenai membuka alas kaki dan menaruhnya di sisi permadanimu, sesungguhnya aku terbiasa melepaskan alas kaki setiap hari lima kali pada saat menghadap Allah Rabbul 'Izzati untuk sholat, dan Allah SWT tidak marah serta tidak menyiksa aku."
Thawus al-Yamani menambahkan, "Aku tidak mencium tanganmu, karena aku pernah mendengar Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu mengatakan, 'Tidak seorang pun boleh mencium tangan orang lain, kecuali kepada istrinya sebagai rasa kasih sayang dan kepada kedua orang tuanya sebagai bentuk hormat dan pengagungan'."
Thawus al-Yamani menjelaskan, "Aku tidak memanggilmu Amirul Mukminin karena tidak semua orang suka akan pemerintahanmu, dan aku tidak suka berpura-pura dengan melakukan kedustaan."
Thawus al-Yamani menjelaskan lagi, "Aku menyapa dengan namamu, karena Allah SWT pun memanggil para Nabi dan kekasih-Nya dengan nama mereka, apalagi kepada hamba yang durhaka."
Thawus al-Yamani menyampaikan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ
Tabbat yadā abī lahabiw wa tabb(a).
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia. (QS Al-Lahab Ayat 1)
Thawus al-Yamani menjelaskan lagi, "Kemudian aku langsung duduk di hadapanmu tanpa izinmu, karena aku juga pernah mendengar Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu mengatakan, 'Jika kamu ingin melihat salah seorang penghuni neraka, maka lihatlah seseorang yang duduk, sementara orang-orang di sekelilingnya berdiri'."
Kemudian Thawus al-Yamani menambahkan, "Sesungguhnya di dalam neraka Jahannam itu terdapat banyak ular yang bertubuh sebesar bukit, dan kalajengking sebesar keledai, di mana kedua jenis binatang itu akan memakan setiap penguasa yang tidak adil dalam memimpin, dan senantiasa menzalimi rakyatnya."
Setelah itu, Thawus al-Yamani bangkit dari duduknya, dan segera berpamitan kembali ke kediamannya.
Demikian kisah Thawus al-Yamani, ulama dari kalangan tabi'in yang berani memberikan nasihat kepada penguasa. Dari kisah di atas, dapat terlihat bahwa Thawus al-Yamani tidak mengharapkan keuntungan dari penguasa, justru Thawus al-Yamani memberikan nasihat kepada penguasa meski risikonya bisa merenggut nyawanya.