Selasa 13 Feb 2024 16:07 WIB

CESS: Revisi Aturan PLTS Atap Berdampak Positif pada Pasokan Listrik

Pengguna PLTS Atap bisa mentransmisikan kelebihan daya melalui jaringan negara.

Petugas memeriksa panel surya di atap Trans Studio Mall Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/11/2023). Trans Studio Mall bersama Xurya memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang dapat menghasilkan energi bersih sebanyak 1,5 juta kWh per tahun. Energi tersebut setara dengan penekanan emisi karbon sebesar 1,4 juta kilogram per tahun. PLTS Atap itu mampu memenuhi sekitar 11 persen kebutuhan listrik di mal tersebut.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas memeriksa panel surya di atap Trans Studio Mall Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/11/2023). Trans Studio Mall bersama Xurya memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang dapat menghasilkan energi bersih sebanyak 1,5 juta kWh per tahun. Energi tersebut setara dengan penekanan emisi karbon sebesar 1,4 juta kilogram per tahun. PLTS Atap itu mampu memenuhi sekitar 11 persen kebutuhan listrik di mal tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif CESS (Center for Energy Security Studies) Ali Achmudi Achyak menilai penghapusan skema jual-beli daya listrik (ekspor-impor) pada revisi Permen ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap berdampak positif terhadap kestabilan dan keandalan energi listrik.

"Dengan menghapus skema jual-beli listrik, maka negara tetap mampu menjaga kestabilan dan keandalan pasokan daya listrik untuk masyarakat," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/2/2024).

Baca Juga

Jika listrik dari PLTS Atap diperjualbelikan ke dalam jaringan dan transmisi milik negara, lanjutnya, maka berisiko mengganggu sistem kelistrikan karena daya yang dihasilkan PLTS pada dasarnya sangat tergantung pada sinar matahari. Bagaimana jika mendung, pasti dayanya turun.

Menurut dia, penghapusan skema jual-beli tersebut sangat berdampak positif bagi kedaulatan energi karena tidak mencampuradukkan antara sistem kelistrikan milik negara dan sistem kelistrikan sederhana yang dibangun secara mandiri mandiri melalui PLTS Atap.

"Dalam hal ini, sistem kelistrikan bagi masyarakat umum lah yang paling penting dicermati," katanya.

Ali menjelaskan, hal yang paling penting dari sebuah sistem kelistrikan sebuah negara adalah jaringan dan transmisi.

"Kalau jaringan dan transmisi bisa digunakan atas nama liberalisasi, maka tidak akan ada lagi peran negara dalam menyediakan listrik," katanya.

Lebih jauh, ia menjelaskan, dengan tidak adanya skema jual-beli daya dalam revisi peraturan tersebut, kelebihan pasokan listrik dari PLTS Atap, tidak dapat dialihkan atau ditagihkan kepada sistem jaringan milik negara.

Diketahui pada aturan sebelumnya, pengguna PLTS Atap bisa mentransmisikan kelebihan daya melalui jaringan negara.

"Nah saat itu juga, negara diminta untuk membeli atau membayar kelebihan daya yang dialirkan tersebut. Ini kan lucu, karena tidak ada urgensi bagi negara untuk membeli listrik dari PLTS Atap," katanya.

Selain terkait dengan revisi Peraturan PLTS Atap tersebut, Ali juga memberikan perhatian pada klausul atau pasal power wheeling yang direncanakan untuk dimasukkan ke dalam rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

"Implementasi skema ini juga dapat menjadi beban, baik bagi masyarakat maupun pemerintah jika dijalankan. Terutama untuk penentuan tarif listrik ke depan dan tentunya terhadap keandalan listrik bagi masyarakat," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement