REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Raihan suara pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran mengungguli Anies-Muhaimin di DKI Jakarta berdasarkan hasil penghitungan sementara (real count) KPU. Padahal, Jakarta selama ini disebut-sebut sebagai "kandang" Anies, mengingat dia baru saja selesai menjadi gubernur DKI pada 2022.
Pengamat politik Arifki Chaniago menilai ada banyak faktor penyebab raihan suara Anies-Muhaimin berpotensi kalah dibanding Prabowo-Gibran dalam hasil akhir penghitungan KPU di Ibu Kota. Faktor pertama, Prabowo-Gibran lebih masif menggelar kampanye di Jakarta.
Faktor kedua, dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Prabowo-Gibran. Hal itu menyebabkan pemilih lama Jokowi di Jakarta lebih memilih mendukung Prabowo-Gibran.
Faktor ketiga, arah kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, sosok yang menduduki jabatan tersebut berkat penunjukan oleh Jokowi. Heru yang merangkap kepala sekretariat presiden (kasetpres) dalam memimpin DKI selama satu tahun lebih menggunakan narasi yang berbeda dengan Anies.
Dengan begitu, menurut Arifki, opini publik terhadap kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan berubah. Hal itu tentu sedikit banyaknya mempengaruhi elektabilitas Anies.
"Saya bukan mengatakan Pj Heru berpihak, tapi narasi yang dilakukan Pj Heru berbeda dengan kepemimpinan Anies dulu," kata Arifki kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic tersebut menambahkan, faktor lain yang memengaruhi adalah dukungan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kepada Prabowo-Gibran. Pasalnya, Anies dulu memenangkan Pilkada DKI 2017 putaran kedua salah satunya berkat dukungan dan limpahan dari pemilih AHY pada putaran pertama.
"Dukungan AHY juga mengurangi elektoral yang mendukung Anies. Apalagi antara AHY dan Anies ada ketersinggungan, mau tak mau pendukung Demokrat lebih mendukung Prabowo-Gibran atau yang mungkin yang lainnya," kata Arifki.
Ketersinggungan yang dimaksud adalah keputusan Anies meminang Muhaimin sebagai cawapres secara diam-diam. Anies meninggalkan AHY dan Demokrat sebelum proses pendaftaran capres-cawapres Pilpres 2024.
Padahal, ketika itu Partai Demokrat sudah lebih dulu mendukung Anies ketimbang partainya Muhaimin, PKB. Alhasil, AHY membawa Demokrat melawan Anies-Muhaimin untuk masuk ke kolaisi Prabowo-Gibran.
KPU diketahui melakukan penghitungan terhadap surat suara (real count) menggunakan aplikasi Sirekap dan hasilnya dipublikasikan di laman pemilu2024.kpu.go.id. Per Selasa (17/2/2024), tercatat real count tersebut sudah menggunakan data dari 69,45 persen di DKI Jakarta.
Hasilnya, Prabowo-Gibran meraih 1.423.564 suara (41,52 persen), sedangkan Anies-Muhaimin 1.398.761 (40,79 persen). Adapun pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Jakarta tertinggal jauh dengan raihan 606.699 suara (17,69 persen).