REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan meminta Kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan yang menimpa lima asisten rumah tangga (ART) yang diduga dilakukan oleh majikan mereka di kawasan Jakarta Timur.
"Polisi penting melakukan penyelidikan dan penyidikan yang cermat untuk memastikan majikan mendapat hukuman sesuai hukum," kata anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/2/2024).
Pihaknya menyampaikan keprihatinan mendalam atas adanya kasus ini. "Sangat sedih mendapati bahwa kasus ini sebenarnya mengarah pada penyiksaan dan perlakuan kejam yang sewenang-wenang," katanya.
Theresia Iswarini mengatakan Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, di mana pihak Kepolisian dapat menjadikan konvensi ini sebagai rujukan dalam penerapan pasal terhadap pelaku.
"Sehingga pengenaan pasal terhadap majikan tidak hanya penganiayaan, tapi derajat kekerasannya lebih tinggi. Selain ada penyiksaan, juga ada eksploitasi kerja, upah tidak dibayar," katanya.
Selain itu, polisi juga diminta untuk mendalami peran penyalur tenaga kerja. "Termasuk ada kemungkinan penyalur yang tidak menjalankan tanggung jawabnya atau bahkan diduga melakukan trafficking," katanya.
Baru-baru ini terungkap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa lima ART yang dilakukan oleh majikan di kawasan Jakarta Timur. Dari lima korban KDRT tersebut, empat orang masih usia anak dan satu orang lainnya merupakan perempuan dewasa.
Kasus terungkap berawal dari upaya melarikan diri yang dilakukan oleh kelima korban pada 12 Februari 2024 dari rumah majikan.