Selasa 05 Mar 2024 17:55 WIB

Jadi Penyumbang Emisi Terbesar, Cina Bertekad Majukan Kebijakan Ramah Lingkungan

China mempercepat implementasi proyek untuk majukan Beatiful China Initiative

Presiden Republik Rakyat China, Xi Jinping dalam Kongres Rakyat Nasional ke-14 yang diselenggarakan di Balai Rakyat Agung, Beijing, Selasa (5/3/2024).
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Presiden Republik Rakyat China, Xi Jinping dalam Kongres Rakyat Nasional ke-14 yang diselenggarakan di Balai Rakyat Agung, Beijing, Selasa (5/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikamra/Wartawan Republika di Beijing, Republik Rakyat China

Perdana Menteri Cina Li Qiang mengatakan, negaranya bertekad untuk terus menerapkan kebijakan ramah lingkungan. Menurut sejumlah lembaga pemantau dan peneliti, saat ini Negeri Tirai Bambu merupakan penyumbang gas emisi terbesar di dunia.

“Kami memajukan Beautiful China Initiative serta melanjutkan upaya untuk menjaga langit tetap biru, perairan jernih, dan daratan tetap bersih. Kami mempercepat implementasi proyek-proyek besar guna melindungi dan memulihkan ekosistem utama,” kata Li saat memaparkan kinerja pemerintah dalam Kongres Rakyat Nasional ke-14 yang diselenggarakan di Balai Rakyat Agung, Beijing, Selasa (5/3/2024).

Dia menambahkan, Pemerintah Cina juga melakukan pencegahan dan penanganan erosi tanah. Selain itu, Li mengklaim, Cina telah mengadopsi sejumlah kebijakan guna mendukung industri ramah lingkungan dan rendah karbon. 

Misalnya, retrofit emisi sangat rendah dilakukan di industri-industri utama. Selain itu, uji coba untuk mencapai puncak emisi karbon juga dimulai pada kelompok kota dan kawasan industri pertama. “Cina secara aktif berpartisipasi dan mempromosikan tata kelola iklim global,” ujar Li.

Li mengungkapkan, kapasitas terpasang energi terbarukan di negaranya telah melampaui kapasitas pembangkit listrik tenaga termal untuk pertama kalinya dalam sejarah. “Dan Cina menyumbang lebih dari separuh kapasitas energi terbarukan yang baru terpasang di seluruh dunia,” ucapnya.

Menurut data dari Climate Action Tracker, yakni sebuah kelompok penelitian independen, Cina masih menjadi negara penyumbang gas emisi rumah kaca terbesar di dunia pada 2022. Dalam laporannya, sepanjang 2022, dunia memproduksi 50 miliar metrik ton emisi gas rumah kaca. Cina menyumbang 14,40 miliar metrik ton atau hampir 30 persen dari total emisi yang dihasilkan.

Posisi kedua sebagai negara penyumbang emisi terbesar berdasarkan data Climate Action Tracker adalah Amerika Serikat dengan 6,39 miliar metrik ton. Sementara posisi ketiga ditempati India, yakni sebesar 3,52 miliar metrik ton.

Pada Oktober 2022, laporan yang diterbitkan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) mengungkapkan, suhu bumi akan meningkat 2,1 hingga 2,9 derajat celcius pada akhir abad ini. Laporan itu menyebut, upaya negara-negara untuk mengurangi gas rumah kaca belum cukup guna menghindari bencana pemanasan global.

Kesimpulan tentang peningkatan suhu bumi diperoleh UNFCCC setelah menganalisis semua rencana iklim nasional atau dikenal sebagai nationally determined contributions (NDC) yang diajukan sejak 2015. "Kabar baiknya, proyeksi menunjukkan emisi tidak akan meningkat setelah 2030. Kabar buruknya, mereka masih belum menunjukkan tren penurunan cepat yang menurut para ilmuwan diperlukan dekade ini,” kata sekretaris eksekutif perubahan iklim PBB Simon Stiell kepada wartawan, 26 Oktober 2022 lalu.

Meskipun ada beberapa kemajuan pada tahun lalu, negara-negara perlu berbuat lebih banyak pada 2030 guna memastikan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius dan idealnya mendekati 1,5 derajat celcius. Angka tersebut turut ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris yang diadopsi pada 2015.

Ilmuwan-ilmuwan iklim memperkirakan, emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia perlu dikurangi setengahnya pada akhir dekade ini. Sementara separuh lainnya harus dilenyapkan pada pertengahan abad guna menjaga pemanasan di bawah 2 derajat celcius pada 2100.

Jika suhu bumi memanas melampaui ambang batas tersebut, bencana besar akan timbul. Menurut United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change, pemanasan 1,1 derajat celcius hari ini di atas masa pra-industri telah mengakibatkan perubahan yang tidak dapat diubah.

Peristiwa cuaca ekstrem telah membuat jutaan orang rentan terhadap kerawanan pangan dan malnutrisi. Kematian terkait panas telah meningkat. Pun demikian dengan migrasi akibat iklim.

Menurut UNFCCC, jika semua rencana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terpenuhi, emisi global akan mencapai 52,4 miliar metrik ton, setara karbon dioksida pada 2030. Jumlah itu turun 0,3 persen dari tingkat 2019. Itu menunjukkan bahwa emisi dapat mencapai puncaknya sebelum akhir dekade ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement