Senin 11 Mar 2024 07:38 WIB

Indonesia Ada Baiknya tak Usah Ikut-ikutan Salurkan Bantuan untuk Gaza Lewat Udara

Penyaluran bantuan dari udara tak efektif, tak efisien, dan berbahaya bagi warga Gaza

Angkatan Udara Amerika Serikat menjatuhkan bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Kota Gaza, Jalur Gaza, Sabtu (9/3/2024).
Foto: AP Photo/Mohammed Hajjar
Angkatan Udara Amerika Serikat menjatuhkan bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Kota Gaza, Jalur Gaza, Sabtu (9/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, jurnalis Republika.

Lewat teropongan binocular, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memantau proses simulasi penyaluran bantuan kemanusiaan via udara yang digelar di Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat (7/3/2024). Dalam simulasi tersebut, sejumlah pesawat Hercules dan helikopter melakukan aksi melepas heli boks dari ketinggian tertentu.

Satu per satu heli boks yang diumpamakan sebagai bantuan kemanusiaan jatuh ke target-target pendaratan di tanah berumput. Seusai simulasi, kepada wartawan Jokowi mengatakan, simulasi itu dilaksanakan setelah melihat peluang penyaluran bantuan untuk warga Gaza melalui udara bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Kita tadi melihat peragaan nge-drop bantuan yang akan kita segera lakukan di Gaza karena Indonesia merupakan salah satu negara yang diberi kesempatan untuk bisa memberikan bantuan ke Gaza, ke rakyat Palestina dengan lewat udara karena lewat darat sudah sulit," ujar Jokowi.

Nahas, pada hari yang sama saat Jokowi memantau simulasi yang digelar oleh TNI AU, di Gaza terjadi insiden yang menggambarkan aspek bahaya aid airdrop, yang bisa jadi pertimbangan Jokowi untuk membatalkan rencana ikut-ikutan mengelar operasi penerjunan bantuan ke Gaza lewat udara.

Seperti dilaporkan Aljazeera, sedikitnya lima orang tewas dan beberapa lainnya terluka setelah satu parasut yang membawa bantuan gagal mengembang di udara sebelum jatuh ke darat. Boks bantuan yang terjun bebas menimpa kerumunan warga Gaza yang menunggu dan berebut bantuan makanan di kamp pengungsi Shati, Gaza Utara.

Otoritas di Gaza mengonfirmasi tragedi bantuan udara itu dan mengecam penerjunan boks-boks bantuan dari pesawat menggunakan parasut lebih sekadar sebagai "propaganda daripada aksi kemanusiaan". Mereka pun mendesak penyaluran bantuan lewat darat dilanjutkan dengan cara mendesak Israel membuka koridor-koridor bantuan dan tak mempersulit truk-truk bermuatan bantuan kemanusiaan masuk ke Kota Gaza.

Di media sosial X beredar viral video yang menggambarkan ratusan truk-truk kontainer antre di perbatasan Rafah dengan Mesir lantaran dihambat masuk oleh Israel dengan dalih inspeksi ketat semua bantuan kemanusiaan yang bertujuan melintas. Sementara di seberang perbatasan, seperti dilaporkan jurnalis Aljazeera, Hani Mahmoud, tragedi kemanusiaan semakin tak terperikan di mana pekan ini dilaporkan total 18 warga Gaza meninggal akibat kelaparan.

"Tidak hanya berurusan dengan krisis makanan dan obat-obatan, saat menunggu bantuan datang pun mereka (warga Gaza) kini tidak cuma menjadi target militer Israel tapi bisa terbunuh akibat tertimpa bantuan yang jatuh dari udara," demikian laporan Hani.

PBB memperkirakan saat ini sedikitnya setengah juta atau satu dari empat warga Gaza terancam mati kelaparan akibat pembatasan bantuan masuk oleh Israel. Badan Pengungsi PBB (UNRWA) mengatakan, sejak 23 Januari, Israel tidak memperbolehkan truk-truk pembawa bantuan masuk Gaza. World Food Programme (WFP), pun pada Selasa pekan lalu melaporkan bahwa, konvoi pertama truk-truk mereka dipaksa balik kanan oleh tentara Israel meski sudah sampai di gerbang perbatasan dengan utara Gaza.

Kebiadaban Israel yang mencegah bantuan masuk ke Gaza lewat darat inilah yang kemudian membuat beberapa negara berinisiatif menjatuhkan bantuan lewat udara. Dimulai oleh Yordania, lalu Uni Emirat Arab, Mesir dan kemudian AS bergantian menerjunkan makanan dan obat-obatan dengan parasut.

WFP mengkritik pengiriman bantuan lewat udara tidak efektif dan berbiaya besar dalam pengoperasiannya. Mereka mengilustrasikan, sejauh ini hanya enam ton makanan yang bisa disalurkan melalui udara, sementara ada 14 truk WFP berisi 200 ton makanan yang tercegat di perbatasan.

Ilustrasi WFP pun diamini oleh Direktur Komunikasi UNRWA Juliette Touma dengan ujaran, "Ada cara yang lebih mudah dan murah dalam mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza, yakni lewat jalan darat dengan mengirimkan lebih banyak truk melalui Israel menuju Jalur Gaza. Jika ada kemauan politik, pasti akan ada jalan." 

Bencana bantuan udara menimpa warga Gaza pada Jumat lalu hanya berselang sehari setelah Presiden AS, Joe Biden mengumumkan rencana cara penyaluran bantuan yang lebih kompleks. Yakni, membangun dermaga sementara di lepas pantai Gaza agar bantuan dari negara-negara pendonor bisa masuk melalui jalur laut.

Rencana ini sontak menuai kritik banyak analis yang menyebut pembangunan dermaga sementara (dan sebelumnya penyaluran bantuan lewat udara) sebagai upaya 'PR stunt' AS. Alih-alih menekan Israel untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Palestina, AS terus mencari cara untuk mengalihkan perhatian dunia dari bencana kelaparan yang sedang melanda Gaza. Padahal, cukup dengan satu kali sambungan telepon, Joe Biden dengan mudahnya bisa menginstruksikan Benjamin Netanyahu untuk melaksanakan gencatan senjata dan memperbolehkan rombongan truk bantuan masuk ke Gaza.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement