Oleh: Jaya Suprana, Budayawan dan Aktivis Kemanusiaan.
SEBAGAI warga Indonesia yang tumbuh-kembang di lingkungan kebudayaan Jawa, wajar saya berupaya menghayati inti sukma kearifan Jawa. Satu di antara sekian banyak kearifan Jawa yang senantiasa menggetar sukma di lubuk sanubari saya adalah "ojo dumeh".
Namun di sisi lain, sukma makna "ojo dumeh" pada hakikatnya terlalu kompleks- matra sehingga sulit demi menghindari kata mustahil dialihbahasakan ke bahasa manapun di marcapada termasuk Latin, Yunani, Sansekerta dan Inggris secara paripurna apalagi sempurna.
Pada permukaan kulit, ojo dumeh siap dimaknakan sebagai jangan takabur, jangan sombong, jangan pongah, jangan lupa daratan, jangan kacang lupa kulit, jangan arogan, jangan tinggi hati, serta jangan-jangan sejenis lainnya.
Namun segenap jangan itu dilebur menjadi satu kesatuan kearifan juga masih belum setara komprehensif dengan makna yang tergabung secara vertikal, horisontal, diagonal, sentrifugal, hiperbolikal, intrastuktural maupun lintas-dimensional yang melekat pada kearifan ojo dumeh.
Pitutur ojo dumeh sangat absah untuk dihayati oleh mereka yang kebetulan menang maupun yang kebetulan kalah dalam kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah pertarungan memperebutkan suara rakyat sebagai produk demokrasi yang disebut sebagai pemilihan umum.
Pihak yang menang maupun yang kalah sebaiknya sama-sama mawas diri agar senantiasa sadar diri demi sama-sama siuman mengendalikan diri dengan kesadaran sepenuhnya atas kearifan ojo dumeh.
An sich, makna kearifan ojo dumeh juga hadir di dalam apa yang dipopulerkan sebagai moderasi beragama, maka sebenarnya juga berlaku bagi moderasi berpolitik secara sak madyo mantap tertakar nalar.
Pada hakikatnya makna adiluhur di dalam kearifan ojo dumeh juga terkandung di dalam makna adiluhur yang terkandung di dalam kearifan hadits Jihad Al Nafs.
Al Sukuni meriwayatkan dari Abu Abdillah Al Shadiq bahwa ketika menyambut pasukan Sariyyah kembali setelah memenangkan peperangan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Selamat datang wahai kalian yang telah melaksanakan jihad kecil, tetapi masih harus melaksanakan jihad akbar“.
Ketika orang-orang bingung maka bertanya tentang makna sabda jihad kecil dan jihad akbar itu, Rasul SAW menjawab: “Jihad kecil adalah perjuangan menaklukkan musuhmu. Jihad akbar adalah jihad Al-Nafs, perjuangan menaklukkan dirimu sendiri.”
SEBAGAI
warga Indonesia yang tumbuh-kembang di lingkungan kebudayaan Jawa, wajar saya berupaya menghayati inti sukma kearifan Jawa. Satu di antara sekian banyak kearifan Jawa yang senantiasa menggetar sukma di lubuk sanubari saya adalah "ojo dumeh".
Namun di sisi lain, sukma makna "ojo dumeh" pada hakikatnya terlalu kompleks- matra sehingga sulit demi menghindari kata mustahil dialihbahasakan ke bahasa manapun di marcapada termasuk Latin, Yunani, Sansekerta dan Inggris secara paripurna apalagi sempurna.
Pada permukaan kulit, ojo dumeh siap dimaknakan sebagai jangan takabur, jangan sombong, jangan pongah, jangan lupa daratan, jangan kacang lupa kulit, jangan arogan, jangan tinggi hati, serta jangan-jangan sejenis lainnya.
Namun segenap jangan itu dilebur menjadi satu kesatuan kearifan juga masih belum setara komprehensif dengan makna yang tergabung secara vertikal, horisontal, diagonal, sentrifugal, hiperbolikal, intrastuktural maupun lintas-dimensional yang melekat pada kearifan ojo dumeh.
Pitutur ojo dumeh sangat absah untuk dihayati oleh mereka yang kebetulan menang maupun yang kebetulan kalah dalam kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah pertarungan memperebutkan suara rakyat sebagai produk demokrasi yang disebut sebagai pemilihan umum.
Pihak yang menang maupun yang kalah sebaiknya sama-sama mawas diri agar senantiasa sadar diri demi sama-sama siuman mengendalikan diri dengan kesadaran sepenuhnya atas kearifan ojo dumeh.
An sich, makna kearifan ojo dumeh juga hadir di dalam apa yang dipopulerkan sebagai moderasi beragama, maka sebenarnya juga berlaku bagi moderasi berpolitik secara sak madyo mantap tertakar nalar.
Pada hakikatnya makna adiluhur di dalam kearifan ojo dumeh juga terkandung di dalam makna adiluhur yang terkandung di dalam kearifan hadits Jihad Al Nafs.
Al Sukuni meriwayatkan dari Abu Abdillah Al Shadiq bahwa ketika menyambut pasukan Sariyyah kembali setelah memenangkan peperangan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Selamat datang wahai kalian yang telah melaksanakan jihad kecil, tetapi masih harus melaksanakan jihad akbar“.
Ketika orang-orang bingung maka bertanya tentang makna sabda jihad kecil dan jihad akbar itu, Rasul SAW menjawab: “Jihad kecil adalah perjuangan menaklukkan musuhmu. Jihad akbar adalah jihad Al-Nafs, perjuangan menaklukkan dirimu sendiri.”