REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW biasa meningkatkan ibadah di 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan. Kegiatan ini disebut itikaf, sebagaimana dikatakan dalam sejumlah hadits, mengenai keutamaan itikaf.
Diriwayatkan dari Aisyah RA, dia berkata:
: أن النبي - صلى الله عليه وسلم - كان يعتكف العشر الأواخرمِن رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِن بَعْدِهِ
"Nabi Muhammad saw beritikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits lain tentang itikaf juga diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, yang berkata:
كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم - يعتكف العشر الأواخر من رمضان
"Rasulullah saw beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, Nabi SAW bersabda:
منْ كَانَ اعْتَكَف معي فَلْيَعْتَكِفِ العشر الأواخر
"Siapa yang ingin beri'tikaf denganku, maka lakukanlah pada sepuluh terakhir." (HR. Bukhari)
Namun, apakah itikaf itu menjadi syarat meraih Lailatul Qadar? Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Sholahuddin Al Aiyub pernah menjelaskan itikaf bukan menjadi satu-satunya ibadah dalam meraih Lailatul Qadar. Memperbanyak ibadah di rumah pun, bisa menjadi cara untuk meraih malam yang lebih baik dari 1.000 bulan itu.
Fokus beribadah di rumah masing-masing bisa...