REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, selama peraturan presiden yang mengatur soal kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) masih berlaku maka program tersebut tetap berjalan.
"Dalam kacamata kami selama perpresnya masih hidup maka program HGBT itu tetap jalan," kata Menperin di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Regulasi yang dimaksud yakni Perpres Nomor 121 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dengan titik serah pengguna gas bumi sebesar 6 dolar AS per Million British Thermal Unit (MMBTU).
Agus mengatakan, program HGBT sangat membantu pelaku industri di Tanah Air yang menerima manfaat program tersebut dengan meningkatkan nilai perekonomian hingga tiga kali lipat.
"Mengenai HGBT sudah terbukti dari tujuh sektor yang diberikan atau yang menerima manfaat program HGBT itu multiplier efeknya tiga kali positif, dilihat dari ekspor, penyerapan tenaga kerja, juga dilihat dari investasi, jadi tiga kali lipat," katanya.
Oleh karena itu ia menilai kementerian dan lembaga (K/L) yang berkaitan dengan kebijakan tersebut harus melihat keuntungan yang didapatkan oleh negara.
"Jadi kalau kita lihat dari tujuh subsektor yang menerima manfaat program HGBT ini, ekspor, investasi, dan pajaknya naik, Itulah yang harus dilihat dari cost and benefit untuk kepentingan bangsa dan negara," ujarnya.
Sebelumnya pada Sabtu (23/3), Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier menyampaikan nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari kebijakan HGBT bagi perekonomian nasional mencapai Rp 157,20 triliun.
Angka tersebut merupakan keuntungan tiga kali lipat yang didapatkan dari modal keuangan negara yang dikeluarkan pada 2021-2023 untuk program HGBT, yakni sebesar Rp 51,04 triliun.
Dari tujuh sektor industri penerima HGBT antara lain industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet, berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor di 2021-2023 sebesar Rp 84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 triliun.
Multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp 31,06 triliun, serta menurunkan subsidi pupuk sebesar Rp 13,33 triliun karena penurunan harga pokok penjualan produksi.