REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian mengatakan nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi perekonomian nasional mencapai Rp157,20 triliun.
Angka tersebut merupakan keuntungan tiga kali lipat yang didapatkan dari modal keuangan negara yang dikeluarkan pada tahun 2021-2023 untuk program HGBT, yakni sebesar Rp51,04 triliun.
"Artinya, manfaat dan multiplier effect-nya sangat besar bagi ekspor, pendapatan pajak, pengurangan subsidi pupuk, dan investasi,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Dirinya menjelaskan dari tujuh sektor industri penerima HGBT antara lain yaitu industri pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, serta sarung tangan karet, berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor di tahun 2021-2023 sebesar Rp 84,98 Triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp 48,49 Triliun.
Tak hanya itu, multiplier effect dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun, serta menurunkan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun karena penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Oleh karena itu dirinya menyayangkan apabila program subsidi gas murah bagi industri tersebut tidak dilanjutkan sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres).
Taufiek menilai bila kebijakan tersebut tak dilanjutkan, hanya akan menyebabkan hilangnya kesempatan peningkatan bisnis di sektor industri, serta secara langsung akan menurunkan ekonomi hingga tiga kali lipat.
Selain itu hal ini juga menyebabkan industri di tanah air menjadi tidak kompetitif, sehingga dapat berakibat pada penutupan pabrik, serta PHK.
Ia mengatakan dari penerima HGBT di tahun 2023, industri penerima berjumlah 265 perusahaan, sementara untuk kelistrikan sebesar 56 perusahaan dengan total penerima sebesar 321 perusahaan.
Dirinya menyampaikan alokasi gas industri hanya 1222,03 billion british thermal unit per day (BBTUD), dan kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD. Artinya, masih lebih banyak sektor kelistrikan penerima alokasi HGBT dibandingkan industri.
“Itu pun hanya diberikan 85,31 persen dan banyak persoalan di lapangan, termasuk biaya surcharge,” ucap Dirjen ILMATE.
Kemenperin berpendapat, meski terdapat berbagai kekurangan dari pelaksanaan HGBT, nilai positif yang diperoleh dari program ini masih lebih banyak dibandingkan apabila program tersebut tidak dilanjutkan.