Tahun ini hanya ada sedikit dekorasi atau lampu Ramadhan di Yerusalem. Warga Palestina hanya menikmati kopi pahit dan kurma yang secara tradisional menandai berkabung.
"Tidak ada yang manis dari pesta tahun ini. Orang-orang tidak merayakannya. Semuanya terasa pahit di mulutku. Sangat menyakitkan saat ini karena semuanya tentang keluarga," kata Sabah, warga Palestina yang beberapa kerabatnya terbunuh di Gaza.
Di Rafah, di Jalur Gaza selatan, warga Palestina berkumpul pada malam Lailatul Qadar. Mereka melaksanakan sholat di dalam dan di luar tenda yang mereka bangun di dekat puing-puing Masjid al-Faruq, yang kini menjadi reruntuhan akibat serangan udara Israel.
Orang-orang juga berkumpul untuk sholat di bagian Masjid Agung Omari yang masih bertahan di Kota Gaza. Masjid ini juga dikenal sebagai Masjid Agung Gaza, masjid terbesar dan tertua di Jalur Gaza yang dihancurkan oleh pengeboman militer Israel. Meskipun hancur, masjid ini tetap menjadi tempat favorit bagi warga di wilayah tersebut untuk berkumpul dan sholat.
Warga Palestina yang mengungsi dari rumah mereka di Gaza selama hampir enam bulan akibat serangan Israel telah menjalankan Ramadhan di tenda-tenda darurat, dalam kondisi yang terbatas dan sulit. Banyak yang menghabiskan hari-hari terakhirnya dengan membaca Alquran atau mendekorasi tenda mereka untuk Idul Fitri.