REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran menanggapi Israel, musuh regionalnya, dengan melancarkan serangan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada Sabtu malam lalu. Kedua negara diyakini tidak akan berhenti di situ.
Sejumlah kalangan analis Timur Tengah, sebagaimana dilansir Asharq Al Awsat, Senin (15/4/2024), meyakini tanggapan Israel terhadap Iran hampir tidak bisa dihindari. Namun jika itu yang terjadi, akan terjadi risiko yang dapat memperburuk destabilisasi Timur Tengah.
Iran selama ini terbiasa berhadapan dengan Israel melalui pihak ketiga seperti Hizbullah Lebanon. Tapi sekarang Iran untuk pertama kalinya melancarkan serangan langsung dari wilayahnya dengan ratusan rudal dan drone.
Penasihat keamanan Stephane Odrand mengatakan, meski Israel dan sekutunya menembak jatuh sebagian besar rudal dan drone Israel, peristiwa ini mencatat ulang hubungan antara kedua musuh tersebut. Stefan Odrand percaya untuk membendung risiko eskalasi, Israel harus membatasi diri pada serangan di lokasi tradisional, di lokasi peluncuran rudal, dan di pabrik drone.
"Biasanya Israel tidak memiliki toleransi jika wilayah nasionalnya menjadi sasaran serangan dari negara lain. Benjamin Netanyahu tidak bisa tidak menanggapinya," kata dia.
Tamir Hayman, mantan kepala intelijen militer Israel, yang mengepalai Institut Studi Keamanan Nasional (INSS), juga meyakini bahwa respons Israel akan dilakukan di wilayah Iran. Lantas akankah Israel menyerang "nuklir Iran"?
Mantan agen Mossad yang mengarahkan program tentang Iran di Institut Studi Keamanan Nasional, Sima Shine menjelaskan ketika Israel menyerang balik, maka Israel akan melakukannya dari sisi militer, bukan sipil maupun ekonomi.
"Jika Israel merespons, maka hal itu akan dilakukan berdasarkan kriteria yang sama, yaitu di bidang militer, bukan di sisi sipil, dan kemungkinan besar tidak di sisi ekonomi," jelas Shine.
Pakar urusan Iran di Universitas Ibrani di Yerusalem, Menachem Merhavi mengatakan tampaknya serangan Iran dirancang untuk menghindari jatuhnya sebagian besar korban di pihak Israel.
Sementara itu, Hosni Obaidi dari Pusat Studi dan Penelitian Dunia Arab dan Mediterania di Jenewa menuturkan Iran menyerang Israel dengan cara yang terkendali. Ini agar tidak terkena reaksi besar dari Israel yang akan membahayakan negara mereka.
Selama bertahun-tahun, program nuklir Iran telah menjadi fokus ketegangan antara Iran dan Israel, yang menuduh Republik Islam berusaha memiliki senjata nuklir, namun Iran membantahnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikenal sebagai sosok yang tidak dapat diprediksi dan dia bekerja demi kelangsungan politiknya sebagai pemimpin koalisi sayap kanan dan sayap kanan. Dalam hal inilah, terdapat beberapa risiko penargetan nuklir.
Apa risikonya? Direktur Pusat Studi Iran di Universitas Tel Aviv, Meir Litvak, memperingatkan, jika Israel merespons dengan sangat tegas, kemungkinan besar eskalasi meluas.
Namun dia menekankan, Israel tidak berkepentingan untuk membuka front langsung baru dengan Iran pada saat negara tersebut sedang berperang dengan gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza. Terlebih dan pada saat para pejabat Israel menghadapi situasi yang semakin parah. Seperti kritik dari modal asing akibat bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza.
Adapun terkait dukungan Amerika, Sima Shine menekankan bahwa dukungan Amerika terhadap Israel begitu besar sehingga Israel tidak bisa menyerang balik Iran tanpa berkonsultasi dengan Amerika. Bahkan menurut Tamir Hayman, hal tersebut ini bukan hanya soal konsultasi, melainkan mendapatkan persetujuan Washington.
Sumber: Aawsat