Rabu 17 Apr 2024 11:42 WIB

Ini Bahaya yang Mengintai di Balik Headphone Peredam Bising 

Headphone peredam bising dapat mempengaruhi cara otak memproses suara.

Rep: Santi Sopia/ Red: Friska Yolandha
Benarkah headphone peredam kebisingan baik bagi kesehatan? Ini Kata ahli.
Foto: istimewa
Benarkah headphone peredam kebisingan baik bagi kesehatan? Ini Kata ahli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Headphone peredam bising menawarkan solusi teknologi tersendiri. Perangkat ini bisa meredam suara karena mengurangi tingkat kebisingan secara keseluruhan. 

Headphone peredam bising kerap dianggap baik untuk pendengaran. Namun hal itu ternyata merupakan mitos.

Baca Juga

Baru-baru ini, banyak orang mengeluh tentang sakit telinga, mual, dan sakit kepala akibat headphone peredam bising di forum-forum daring. Hal ini sebagian besar menganut teori konspirasi bahwa peredam bising aktif (ANC) berbahaya.

Hal itu karena perangkat memberikan tekanan berbahaya pada gendang telinga. Namun, anggapan ini juga kurang tepat. 

Menurut David McAlpine, direktur akademik Macquarie University Hearing, ada penjelasan yang lebih sederhana, yakni tidak mendengarkan lingkungan sekitar adalah hal yang tidak wajar. Headphone peredam bising menurunkan volume yang mencapai telinga, yang merupakan hal baik untuk pendengaran. 

"Menggunakan ANC kemungkinan besar berarti Anda tidak perlu meredam kebisingan latar belakang dengan mendengarkan musik dengan volume tinggi," kata dia, seperti dikutip dari Quartz, Rabu (17/4/2024).

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), mendengarkan suara keras dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Namun, pengurangan kebisingan yang berlebihan bisa berbahaya. 

McAlpine mengatakan otak memberikan kompensasi berlebihan terhadap ANC dengan meningkatkan keuntungan internalnya. Hal ini menciptakan “kehilangan pendengaran,” karena beroperasi pada sensitivitas yang meningkat mengubah jalur saraf. 

McAlpine menulis makalah pada tahun 2011 yang menciptakan istilah “Gangguan Pendengaran Tersembunyi”. Ini mengacu pada ketidakmampuan otak memproses suara, bukan telinga tidak bisa mendengar. Jika mengalami gangguan pendengaran, itu seperti mengubah enkripsi otak.

"Bahkan jika Anda dapat mengubah apa yang Anda dengar, Anda mungkin tidak akan kembali ke kondisi otak seperti sebelumnya. Itu tidak bisa dibalik," kata McAlpine dalam sebuah wawancara. 

McAlpine menjelaskan apa yang terjadi ketika orang memasuki ruang anechoic di universitasnya, sebuah lingkungan yang nyaris tanpa suara. Dia mengatakan, orang-orang merasa disorientasi dan menggambarkan adanya tekanan di kepala dan telinga mereka. 

Sensasinya sangat mirip dengan saat orang menggunakan ANC. Benang merahnya adalah tubuh tidak dibuat untuk mengalami keheningan total, sehingga orang bereaksi buruk tanpa kebisingan latar belakang. Ada keterputusan antara apa yang dialami dan didengar.

Suara yang intens merusak....

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement