REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan jika konflik Iran–Israel berkepanjangan dan pembengkakan subsidi BBM dapat ditahan oleh revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 untuk membatasi pembelian BBM subsidi.
“Kalau (konflik) ini tidak berkesudahan, kan harus ada langkah yang pas. Sebetulnya kan Perpres 191 untuk mengalokasikan (subsidi) kepada yang berhak,” ujar Arifin Tasrif ketika ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas), Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan 2022 lalu. Revisi Perpres tersebut dinilai penting oleh berbagai pihak untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi Pertalite agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.
Dengan eskalasi konflik yang terjadi di Iran dan Israel, Arifin mengatakan terdapat kedaruratan untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
“Perpres itu akan mengurangi (beban subsidi),” kata Arifin.
Arifin mengatakan bahwa sebelum Juni 2024 akan dilakukan pembahasan mengenai perpres tersebut, sekaligus melihat perkembangan situasi, baik situasi geopolitik, maupun harga minyak dunia.
“Kalau perangnya (Iran-Israel) nggak jadi, kita lihat bertenggernya harga minyak di angka berapa,” ujar Arifin.
Ia berharap agar tidak terjadi pembahasan ulang komponen-komponen yang telah disusun, seperti mekanisme penerapan pembatasan pembelian BBM subsidi.
“Kami harapkan begitu nanti, tetapi ini kan antarkementerian,” ujar Arifin.
Dalam kesempatan tersebut, Arifin juga mengungkapkan pertimbangan pemerintah menahan harga BBM untuk tetap stabil hingga Juni 2024, meskipun terjadi gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Kan kami sudah bilang sampai Juni 2024 (ditahan), pertimbangannya kan kita baru recovery, masyarakat ini jangan sampai kena beban tambahan, itu aja," kata Arifin.