REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Andry Asmoro menyampaikan bahwa terdapat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ia menyebutkan konsensus memperkirakan terdapat kenaikan suku bunga acuan oleh BI pada tahun ini, seiring dengan menguatnya dolar AS terhadap mata uang lain termasuk rupiah, ditambah menurunnya ekspektasi bahwa bank sentral AS The Fed akan segera melakukan cut rate.
“BI mungkin masih berpikir untuk hold dulu. Walaupun ruang naiknya ada, kalau memang rupiah tembus Rp 16.500 per dolar AS dan outflow juga masih terus terjadi,” ujar Andry di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin (22/4/2024).
Ia menjelaskan tantangan saat ini adalah terjadi kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah yang terus menerus akibat konflik di Timur Tengah, yang akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi di berbagai negara.
Dengan kenaikan tingkat inflasi, lanjutnya, maka berbagai bank sentral dunia termasuk The Fed berpotensi masih akan menerapkan era tingkat suku bunga tinggi alias higher for longer.
“Kan higher for longer. Otomatis potensi untuk ekspektasi pertumbuhan ekonominya jadi terbatas, karena inflasi, cost of borrowingnya jadi tetap mahal. Itu kan implikasinya,” ujar Andry.
Ia menyebutkan konsensus memproyeksikan The Fed baru akan memangkas tingkat suku bunga acuannya pada September 2024, dari yang semula diproyeksikan akan dilakukan pada pertengahan tahun 2024.
“Dari probability market terakhir itu, baru kemungkinan cut rate pada September 2024. Tapi, kalau dilihat dari probability masih imbang sekitar 40 persen,” ujar Andry.
Namun demikian, Ia menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih cukup stabil saat ini, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang di level 5,1 persen.
Menurut dia, salah satu pertumbuhan tersebut ditopang oleh peran sektor perbankan, dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 9 persen year on year (yoy) dan rasio kredit terhadap deposito (LDR) yang bertahan di level 92 persen.
“Kredit sektor perbankan naik 8 persen (yoy) tahun lalu, sementara deposito tumbuh 6 persen (yoy). Penurunan rasio kredit bermasalah dari 2,9 persen menjadi 2,5 persen juga menunjukkan peningkatan dalam kualitas aset, memperkuat fungsi sektor perbankan sebagai pilar utama ekonomi dan pasar modal di Indonesia,” ujar Andry.