REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menunaikan ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Beribadah haji adalaj kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seluruh umat muslim di dunia bila mampu. Tetapi, bagaimana dengan orang yang telah meninggal dunia, apakah mereka dapat digantikan orang yang masih hidup?
Hal tersebut bisa dilakukan yang disebut dengan Badal Haji. Hal tersebut merupakan penggantian proses pelaksanaan ibadah haji oleh orang lain, bagi orang yang sudah dapat melakukannya termasuk bagi orang yang sudah meninggal dunia sekalipun.
"Para ulama dari kalangan sahabat dan yang lain menyatakan bahwa menunaikan ibadah haji untuk orang yang sudah meninggal dunia diperbolehkan. Hal yang sama dikemukakan oleh ats Tauri, Ibnu Mubarak, Ahmad, Syafi'i, dan Ishak," dikutip dari buku yang berjudul Fikih Sunnah Jilid 3, karya Sayyid Sabiq, Selasa (23/04/2024).
Diperbolehkan untuk badal haji bagi orang yang telah meninggal dunia dengan syarat, orang yang bersangkutan sudah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji karena nazar atau telah berniat untuk melaksanakannya. Seperti yang diriwayat oleh Imam Ahmad, ada seorang pria dari suku Khats’am mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berkata,
"Ayah saya sudah meninggal dunia dan ia mempunyai kewajiban haji, apakah aku menghajikannya? Nabi SAW menjawab, Bagaimana pendapatmu apabila ayahmu meninggalkan utang. Apakah engkau wajib membayarnya? Orang itu menjawab, Ya, Nabi SAW berkata, Berhajilah engkau untuk ayahmu itu,"
Badal haji juga dapat dilakukan bagi orang yang sudah tidak mampu melaksanakannya akibat fisik yang sangat lemah seperti lansia dan orang yang sakit keras. Tata cara melaksanakan badal haji pada dasarnya sama dengan pelaksanaan haji untuk diri sendiri. Orang yang melaksanakan badal haji harus melakukan niat ihram haji, wukuf di Padang Arafah, keliling ka’bah, berlari-lari kecil antara bukit safa dan marwah, mencukur rambut sebagian atau seluruhnya, mabit di Mina, lempar jumroh, dan tawaf perpisahan. Hanya saja, niat yang menjadi pembeda di antara keduanya.