REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus gagal bayar dan sederet persoalan lain membuat industri asuransi di Indonesia menghadapi tantangan besar. Langkah PT Reasuransi Indonesia Utama yang merespons tantangan tersebut dengan mendorong keterbukaan informasi publik bagi pelaku industri asuransi pun menuai apresiasi.
“Kami menilai apa yang dilakukan oleh PT Reasuransi Indonesia Utama dalam mendorong keterbukaan informasi publik akan memberikan nilai positif bagi perkembangan industri jasa keuangan termasuk sektor asuransi di masa depan,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi dalam Forum Edukasi Keterbukaan Informasi Publik bagi pelaku industri jasa keuangan PT Reasuransi Indonesia Utama bekerja sama dengan Komisi Informasi Pusat, di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Dalam keterangan tertulisnya tersebut Fatchan menjelaskan, industri asuransi di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir menghadapi banyak sekali kasus yang menggerus kepercayaan publik. Mulai dari kasus gagal bayar perusahaan asuransi skala besar hingga banyaknya kerugian nasabah karena tidak memahami secara utuh jenis polis yang mereka beli.
“Situasi ini membuat tingkat inklusi asuransi di Indonesia masih cukup rendah di angka 16 persen, padahal potensi berkembangnya sektor industri ini sangat besar,” katanya.
Edukasi keterbukaan informasi publik, kata Fathan, akan sangat membantu upaya peningkatan tingkat literasi maupun tingkat inklusi produk asuransi di tengah masyarakat. Menurutnya, jika pelaku industri asuransi bisa menawarkan produk mereka secara transparan termasuk risiko dan keuntungan kepada konsumen, maka potensi peningkatan pasar akan kian besar.
“Memang secara umum keterbukaan informasi publik di sektor industri jasa keuangan masih menjadi masalah. Maka apa yang dilakukan oleh PT Reasuransi Indonesia Utama ini merupakan contoh baik yang bisa direplikasi pelaku industri jasa keuangan lainnya,” katanya.
Politisi PKB ini menegaskan, keterbukaan informasi publik adalah prinsip yang mendasari demokrasi yang kuat dan berfungsi sebagai penjaga kepentingan bersama termasuk di sektor jasa keuangan. Menurutnya, banyak kasus di sektor jasa keuangan yang merugikan masyarakat luas akibat ketidaktransparan pengelolaan oleh perusahaan jasa keuangan.
“Jadi sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi organisasi, lembaga atau perusahaan untuk melakukan langkah transparansi informasi publik termasuk dengan menggunakan teknologi digital agar mempermudah akses informasi bagi masyarakat luas,” katanya.
Kendati demikian, kata Fathan, keterbukaan informasi ini harus memberikan koridor jelas atas upaya perlindungan data pribadi. Hal ini penting karena banyak kasus pembobolan data pribadi milik konsumen industri jasa keuangan yang merugikan masyarakat luas.
“Keterbukaan informasi publik itu memang penting, namun perlindungan data yang bersifat pribadi juga penting. Kita berharap ada pemahaman yang komprehensif antara keterbukaan informasi publik dan perlindungan data pribadi, sehingga tidak membingungkan masyarakat luas,” ujar Fathan.