Senin 13 May 2024 11:04 WIB
Kabar dari Tanah Suci

Tobat Disaksikan Rasulullah di Raudhah

Disaksikan Rasulullah di dalam Raudhah Ba'da Ashar di Hari Jumat, saya bertobat.

Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika di Madinah Arab Saudi
Foto: Dok Republika
Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika di Madinah Arab Saudi

Laporan Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika dari Madinah

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Sinar matahari petang lembut menembus payung-payung raksasa di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. Jumat, 10 Mei 2024 ba'da Ashar, ribuan jamaah mengantre di depan pintu masuk ke dalam Raudhah, taman surga yang dahulu adalah masjid Sang Nabi.

Baca Juga

Saat ini untuk masuk ke dalam Raudhah tidak bisa bebas seperti sebelum Pandemi COVID-19. Pemerintah Arab Saudi menetapkan peraturan bagi yang ingin masuk ke Raudhoh wajib memakai surat izin khusus (tasrek) atau lewat aplikasi nusuk yang bisa diinstal lewat PlayStore dan AppStore.

Sejumlah akses untuk masuk ke Raudhah ditutup, hanya ada satu pintu. Saya yang tiba di Madinah sejak Kamis, 9 Mei 2024, belum mendapatkan kesempatan untuk masuk ke Raudhah. Jadwal masuk ke dalam Raudhah lewat aplikasi Nusuk penuh, bahkan sampai tiga bulan ke depan.

Sehabis Shalat Ashar, sembari memandang kubah hijau yang terlihat di sela-sela payung raksasa, saya berdoa agar bisa shalat di dalam Raudhah di samping makam Nabi.

Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar...

Saat saya mengecek Nusuk, ada tujuh hari jadwal masuk Raudhah yang terbuka. Tanpa berpikir panjang saya memilih jadwal, Jumat (11/5/2024) pukul 18.30-18.59 WAS. Jadwal masuk ke Raudhah lewat Nusuk memang dibatasi maksimal 30 menit. Setelah memilih jadwal hari, tanggal, dan jam kunjungan, jamaah akan mendapatkan barcode yang akan diperiksa petugas.

Saya masuk ke Raudhah bersama satu teman Media Center Haji (MCH) 2024, Mas Tommy Cahyo. Datang mengantre pukul 18.00 kami sempat diusir petugas. "sab'ata 'asyara, lays baed," petugas mengusir saya karena datang terlalu cepat.

Kami baru diizinkan masuk 10-15 menit sebelum jadwal. Karena itu ketika saya masuk pukul 18.15, saya dipersilakan masuk ketika memperlihatkan jadwal di aplikasi Nusuk.

Ini bukan pertama kali saya menginjakkan kaki di Taman Surga yang masih lestari di dunia. Namun, getaran kerinduan bersandingan dengan Rasulullah membuat kaki tak mampu berlari. Saya tak peduli dengan jamaah yang berlari-lari berebut untuk masuk ke dalam Raudhah. Karena tidak sopan rasanya jika saya menghentakkan kaki di rumah Nabi.

Sebelum ke Raudhah jamaah mendapatkan sebotol air zamzam 300 ml yang bisa dibawa pulang. Langkah kaki saya percepat karena makin banyak jamaah yang berlarian, tetapi tetap saja saya tidak berani mengangkat tinggi-tinggi kaki.

Assalamu 'alaika Ya Rasulullah, assalamu 'alaika Ya Nabiyallah, assalamu 'alaika Ya Khiyaratallah, assalamu 'alaika Ya Habiballah, assalamu 'alaika Ya Sayyidal Mursalin wa Khataman Nabiyyin...

Ucapan salam dan sholawat tak henti-henti saya ucapkan ketika menginjakkan kaki di Raudhah.

Assalamu'alaikum ya Abu Bakr Ash-Shiddiq, Assalamu'alaikum ya Umar bin Khattab...

Dahulu, Raudhah beralaskan karpet hijau. Warna karpet ini yang menjadi pembeda karena seluruh karpet di Masjid Nabawi berwarna merah. Kini semua karpet Masjid Nabawi berwarna hijau, termasuk tentu saja karpet yang menyelimuti Raudhah.

Raudhah merupakan area di dalam Masjid Nabawi. Letaknya antara rumah Rasulullah dan mimbar Beliau yang digunakan untuk mengajar di hadapan para sahabat. Rumah Rasulullah kini menjadi makam Beliau.

Karena tak ada lagi karpet pembeda, Raudah bisa dikenali dengan tanda ting-tiang putih. Luas Raudhah sekitar 330 meter persegi yang memanjang dari arah timur sampai barat sepanjang 22 meter dan dari arah utara sampai selatan sepanjang 15 meter.

Yang membuat istimewa dari Raudah adalah, Rasulullah menyebutnya sebagai taman surga dan area mustajab untuk berdoa. "Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga," sabda Rasulullah.

Pertama kali menginjakkan kaki, tak ada lagi permintaan yang saya haturkan kepada Allah di Raudah selain bertobat. Usai sholat dua rakaat, rayuan kepada Allah semakin hebat. Tentu saja saya berharap Allah mengampuni semua dosa dan khilaf yang pernah dan (mungkin) akan saya lakukan.

Saat itu hampir semua sudut Raudhah penuh. Tak ada ruang untuk duduk bersila. Bahkan untuk sholat pun harus berdempet-dempetan.

Saya merasakan diselimuti rahmat (bukan keberuntungan) dari Allah. Sebab diberikan hadiah masuk ke Raudhah di Hari Jumat sehabis Ashar. Seperti kita tahu, salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah Hari Jumat sehabis Ashar.

Ba'da Ashar di Hari Jumat menjelang Magrib di dalam Raudah, saya melafazkan dzikir, sholawat, dan menghaturkan permohonan maaf kepada Allah dengan disaksikan Rasulullah yang jasad mulianya terbaring hanya sejengkal dari saya duduk. Di Raudhah pikiran saya larut dalam berbagai cerita tentang Rasulullah yang pernah saya dengar dan baca. Di dalam Raudhah kepada para sahabat, Rasulullah pernah menyatakan kerinduan mendalam kepada saudaranya. Kepada kita, umat akhir zaman. 

Petang itu di dalam Raudah hening. Semua jamaah yang masuk ke dalamnya sibuk dengan ibadah masing-masing. Karena itu, untuk membuka ponsel dan melakukan pelaporan berita pun saya segan.

Saya merasa waktu di dalam Raudhah terlalu berharga untuk tidak melangitkan doa-doa yang sudah saya siapkan. Waktu di Raudhah terlalu berharga untuk tidak mengangkat tangan mengantarkan amanah doa yang dititipkan. Waktu di Raudhoh terlalu berharga untuk melewatkannya tanpa menyebutkan semua keinginan dan harapan agar dikabulkan.

Nama istri, anak-anak, saudara, keponakan, sahabat, dan tentu saja ayah dan ibu serta bapak dan ibu mertua masuk dalam daftar doa. Semua amanah doa sudah dilaksanakan, sampai sesaat sebelum adzan Maghrib dikumandangkan, doa saya hentikan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement