Rabu 22 May 2024 14:27 WIB

Ideologi Nazisme, Fasisme, dan Peluncuran Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Yogyakarta

Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII akan menjaga nilai kebangsaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Erdy Nasrul
Universitas Islam Indonesia (UII) meluncurkan Pusat Studi Agama dan Demokrasi di Gedung Sardjito, Kampus Terpadu UII, Sleman (22/5/2024). ()
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Universitas Islam Indonesia (UII) meluncurkan Pusat Studi Agama dan Demokrasi di Gedung Sardjito, Kampus Terpadu UII, Sleman (22/5/2024). ()

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kegiatan peluncuran Pusat Studi Agama dan Demokrasi di Gedung Sardjito, Kampus Terpadu UII, Rabu (22/5/2024). Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII tersebut dibentuk atas kerja sama Ull Yogyakarta dengan MMD Initiative, yakni lembaga kajian di bidang keadilan dan demokrasi yang berdiri sejak tahun 2014 di Jakarta.  

Kepala Pusat Studi Agama dan Demokrasi Ull, Masduki mengatakan, fokus utama lembaga ini adalah peningkatan kualitas demokrasi, penegakan hukum dan keadilan, Hak Asasi Manusia, pendidikan dan kebudayaan, serta kontribusi agama dalam masalah kenegaraan dan kemasyarakatan. "Tema-tema besar ini akan dibungkus dalam berbagai kegiatan dan program organisasi, baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan pusat studi dan jaringan masyarakat sipil lainnya," kata Masduki. 

Baca Juga

Rektor Ull, Fathul Wahid dalam sambutannya menekankan bahwa pembajakan terhadap demokrasi tidak lagi dengan cara kekerasan, penggunaan militer, atau kudeta. Menurutnya Pasca Perang Dingin, kemunduran demokrasi di banyak negara justru dilakukan oleh pemerintahan terpilih. 

"Melalui pendirian Pusat Studi Agama dan Demokrasi, kami ingin melantangkan pesan dan mengedukasi publik bahwa pembajakan demokrasi dapat dilakukan dengan modus operandi baru yang mengelabui, dan karenanya kesadaran baru perlu ditumbuhkan," ucap Fathul.

Dalam peluncuran Pusat Studi Agama dan Demokrasi tersebut turut dihadiri Ketua Dewan Pembina MMD Initiative, Mahfud MD. Mahfud mengatakan, demokrasi Indonesia berada di simpang jalan. Mantan Menko Polhukam tersebut menyebut sekarang ini muncul anggapan yang menilai bahwa demokrasi di Indonesia ini tengah berjalan layaknya proses menjelang lahirnya ideologi Nazisme dan fasisme.

"Ada yang mengatakan demokrasi kita itu sebenarnya mirip-mirip sekarang apa yang terjadi menjelang lahirnya Nazisme dan fasisme, satu sistem pemerintahan yang otoriter tapi dibungkus oleh proses-proses demokrasi," ungkapnya.

Menurutnya politik dinasti, intervensi terhadap lembaga peradilan dan pelemahan masyarakat sipil menjadi tandanya. Hal itu membutuhkan gerakan-gerakan yang tidak cuma mampu menjaga, tapi juga merawat Indonesia. Dengan demikian, Indonesia ke depan benar-benar dapat mewujudkan segala cita-cita yang sudah dengan luhur ditorehkan oleh para pendiri bangsa. 

"Maka itu, kampus perlu bergerak dan kehadiran Pusat Studi Agama dan Demokrasi diharapkan bisa menjaga dan merawat Indonesia," ujar Mahfud yang juga merupakan guru besar Fakultas Hukum UII.

Peluncuran ditandai dengan pemukulan 26 kentongan oleh sejumlah tokoh. Adapun kentongan tersebut menjadi simbol untuk membangunkan masyarakat dari kondisi demokrasi yang dinilai telah mengalami kemunduran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement