Kamis 23 May 2024 08:33 WIB

Mahasiswa Miskin Terakhir yang Boleh Kuliah di Kampus Negeri

Mahasiswa tak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang berpengaruh bagi mahasiswa.

Red: Fitriyan Zamzami
Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa di  Sleman, Yogyakarta, Jumat (3/7/2020). Mereka mendesak pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa di Sleman, Yogyakarta, Jumat (3/7/2020). Mereka mendesak pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Oleh : Mas Alamil Huda, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Menarik mendengar pengakuan staf ahli mendikbudristek, Muhammad Adlin Sila beberapa hari lalu. Ia bilang dalam diskusi di kantor ICMI pada Selasa kemarin, bahwa uang kuliah tunggal (UKT) masih menjadi sumber utama pendapatan perguruan tinggi. Seingat saya, ini kali pertama pihak pemerintah mengakui secara terbuka.

Keterbukaan ini yang diminta mahasiswa dan berbagai elemen lainnya sejak beberapa tahun lalu hingga saat ini. Mengapa biaya kuliah tinggi? Bagaimana kampus berstatus perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH) mengelola keuangannya, terutama terkait pendapatan? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan muara dari mahalnya biaya kuliah yang harus ditanggung oleh mahasiswa atau orang tua.

Baca Juga

Sumber pendanaan kampus PTN BH ini yang tidak pernah dibuka terang. Baik oleh pihak kampus maupun pemangku kepentingan lain dengan berbagai alasan. Apa yang dibuka staf ahli mendikbudristek itu memang masih permukaan. Tetapi paling tidak, kita tahu, dalih ‘surga’ menjadikan kampus berbadan hukum mandiri dalam pengelolaan keuangan tak pernah tercapai setelah lebih dari satu dekade aturan PTN BH diterbitkan.

Mengapa PTN BH?