Rabu 22 May 2024 07:28 WIB

Guru Besar IPB Khawatirkan Lost Generation Jika UKT tak Dievaluasi

Didin menilai Indonesia membutuhkan pemimpin yang sanggup mengurangi kemiskinan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus raharjo
Cyber University, perguruan tinggi swasta terkemuka di Jakarta, menghadirkan program beasiswa untuk memberikan kesempatan kepada para siswa sekolah yang terkendala biaya yang ingin kuliah.
Foto: Dok. Cyber University
Cyber University, perguruan tinggi swasta terkemuka di Jakarta, menghadirkan program beasiswa untuk memberikan kesempatan kepada para siswa sekolah yang terkendala biaya yang ingin kuliah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Ekonom Politik Fakultas Ekonomi Manajemen IPB Didin S Damanhuri merespons soal polemik biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang meroket. Didin menganggap pemerintah harus benar-benar serius mengatasi masalah tersebut karena ada potensi kehilangan generasi penerus yang berkompeten ke depannya atau dia menyebutnya lost generation.

Hal itu disampaikan Didin dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia’ yang digelar di Kantor ICMI, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024). Didin merefleksikan para pemimpin Indonesia dalam konteks menjelaskan soal polemik UKT dan sistem pendidikan Indonesia secara umum.

Baca Juga

Menurut pemikirannya, biaya UKT yang mencekik hari ini bisa jadi tidak akan bisa menciptakan para pemimpin di kemudian hari dengan kapabilitas pendidikan yang mumpuni. Dia mencontohkan era kepemimpinan Presiden Soeharto dengan kondisi keuangan yang mencekik akan sangat terbebani dengan biaya pendidikan yang tidak rasional.

“Dapat dibayangkan bahwa masyarakat kita seperti Pak Soeharto banyak para pemimpin Indonesia dari desa, kalau UKT ini diberlakukan mungkin enggak pernah bisa jadi professor saya. Enggak mampu orang tua saya yang berlatarbelakang petani atau pedagang di desa,” tutur Didin, Selasa.

Didin menjelaskan, saat ini kondisi perekonomian masyarakat juga banyak yang mengalami kesulitan dengan tingkat kemiskinan yang semakin buruk dan parah. Dia berujar, masyarakat yang berpendapatan di bawah Rp 1,1 juta per bulan per orang mencapai hingga 167 juta penduduk atau sekitar 60,7 persen dari populasi berdasarkan data World Bank Group.   

“Praktis mereka paling bisa sekolah sampai SMP. Bayangkan banyak sekali tokoh-tokoh nasional kita yang seperti Pak Soeharto, dan banyak jenderal-jenderal yang latar belakang (kemampuan ekonomi) orang tuanya terbatas. Jadi ini bisa merupakan lost generation kalau ini tidak dievaluasi oleh Kemendikbudristek dan pemerintah secara linear,” tegasnya.

Sehingga Didin menilai Indonesia membutuhkan pemimpin yang sanggup mengurangi kemiskinan yang dialami sebagian besar masyarakat Indonesia. Solusi yang tepat adalah dengan menyediakan pendidikan yang seluas-luasnya.

photo
Dana pendidikan yang dialokasikan sebesar 20 persen dari APBN selalu naik tiap tahun dari sisi nominal. Tetapi, biaya kuliah justru semakin mahal. - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement