Selasa 21 May 2024 16:47 WIB

Soal UKT Naik, Ketua PP Muhammadiyah: Perlu Evaluasi Ulang Keberadaan PTN BH

PP Muhammadiyah menanggapi soal UKT naik.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Uang kuliah tunggal (UKT).
Foto: Dok. Universitas BSI
Uang kuliah tunggal (UKT).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profesor Irwan Akib menanggapi kenaikan biaya pendidikan atau uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) yang dipicu kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Prof Irwan mengatakan, perlu dipahami bahwa pendidikan ini adalah investasi masa depan suatu bangsa. Jika ingin melihat bangsa maju berdaulat, maka tidak ada alasan untuk mengabaikan pendidikan anak-anak bangsa. Disamping itu, pendidikan merupakan jalan mencerdaskan bangsa, yang merupakan amanah konstitusi. 

Baca Juga

"Dengan demikian negara harus hadir langsung dalam menangani masalah pendidikan, tentu termasuk masalah biaya pendidikan, tidak boleh ada anak-anak negeri ini yang tidak bisa melanjutkan pendidikan hanya karena persoalan biaya," kata Prof Irwan kepada Republika, Selasa (21/5/2024).

Prof Irwan melihat akhir-akhir ini yang menjadi sorotan terkait kenaikan UKT yang begitu tinggi ada pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). PTN BH memiliki otonomi penuh dalam mengelola keuangan dan sumber daya, termasuk dosen dan tendik. PTN jenis ini beroperasi mirip dengan perusahaan-perusahaan BUMN.

Memahami posisi PTN BH dengan otonomi yang sangat kuat, mereka mengelola sendiri sumber daya yang dimiliki. Subsidi dari pemerintah pusat masih ada, tetapi berbeda dengan PTN Satker yang disubsidi penuh. Sehingga untuk mereka perlu mendapatkan penghasilan yang dapat menutupi biaya operasionalnya.

"Akan tetapi, tidak semua PTN BH mampu melakukan itu, dampaknya, ya tidak bisa tidak harus mendapatkan dana dari mahasiswa melalui UKT tadi," ujar Prof Irwan.

Melihat fenomena ini, Prof Irwan menegaskan, pemerintah perlu mengevaluasi ulang keberadaan PTN-BH. Walaupun PTN BH ini merupakan jasa pelayanan non profit, namun dalam prakteknya, karena ketidakmampuan mengelola sumber dana, dalam hal ini mendapat penghasilan di luar mahasiswa, maka UKT menjadi sasaran empuk. 

Prof Irwan menambahkan, disamping itu PTN juga ugal-ugalan dalam menerima mahasiswa baru tanpa membertimbangkan rasio dan sumber daya yang ada.

"Pada intinya PTN harus hadir memberikan pendidikan dan layanan pendidikan terbaik tanpa harus memberi beban pembiayaan yang besar kepada mahasiswa," jelas Prof Irwan.

Prof Irwan mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa negara harus mencerdaskan anak-anak bangsa, negara harus hadir berinvestasi sumber daya manusia melalui pendidikan. Itu kalau ingin melihat negara bangsa ini maju berdaulat apalagi mau eksis di tahun 2045 sebagai Indonesia Emas.

Untuk diketahui, Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 mengatur tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbud Ristek. Di dalamnya mengatur empat aturan penetapan UKT.

Empat aturan tersebut, pertama adalah cara penetapan UKT tiap prodi ditetapkan oleh pemimpin PTN. Kedua, penetapan UKT di PTN BH berkonsultasi dengan Kemendikburistek.

Ketiga, penetapan UKT di PTN selain badan hukum diperoleh dengan mendapat persetujuan dari Kemendikbud Ristek. Keempat, laporan realisasi pemberlakuan UKT dilaporkan pemimpin PTN ke Dirjen Dikti Ristek atau Dirjen Vokasi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement