Selasa 28 May 2024 19:40 WIB

Sektor Pariwisata Masih Bermasalah, DPD RI Uji Sahih Perubahan UU Kepariwisataan 

penyelenggaraan pariwisata perlu dilakukan secara berkelanjutan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
DPD RI melakukan Uji Sahih Naskah Akademik dan draf RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, DIY, Selasa (28/5/2024).
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan
DPD RI melakukan Uji Sahih Naskah Akademik dan draf RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, DIY, Selasa (28/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan Uji Sahih Naskah Akademik dan draf RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di Fakultas Hukum (FH) Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, DIY, Selasa (28/5/2024). 

Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri mengatakan bahwa sektor pariwisata di Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan berbagai persoalan. Hal ini menjadi pertimbangan pentingnya dilakukan perubahan UU Kepariwisatan. 

Menurutnya, rendahnya kualitas tata kelola destinasi, pelayanan pariwisata yang kurang prima, kapasitas SDM pariwisata yang masih rendah menjadikan pihaknya perlu melakukan perubahan UU Kepariwisataan ini. Bahkan, hal ini juga diperkuat dengan masih minimnya investasi, keterbatasan aksesibilitas baik udara, darat, dan laut, serta kurangnya kesiapsiagaan terhadap bencana. 

Untuk itu, pihaknya melakukan uji sahih naskah akademik dan draf RUU Kepariwisataan yang sudah disusun kurang lebih satu tahun ini. "Uji sahih ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan, menghimpun dan memperkaya, meningkatkan kualitas, dan memperoleh masukan dan perbaikan dari narasumber dan peserta terkait draft RUU Kepariwisataan," kata Hasan di FH Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, DIY, Selasa (28/5/2024).  

Dikatakan Hasan bahwa penyelenggaraan pariwisata perlu dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, pola hubungan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan pariwisata juga perlu ditata. 

Bahkan, sistem informasi terpadu, aksesibilitas pariwisata dan ramah disabilitas, pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan standarisasi dan sertifikasi kompetensi pelaku pariwisata juga perlu diperhatikan. Hal ini menjadi perhatian dalam kepariwisataan Indonesia, sehingga perubahan UU kepariwisatan dinilai perlu dilakukan. 

"Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang penting di Indonesia. Potensi keindahan alam, budaya, dan warisan leluhur Indonesia merupakan nilai tambah yang perlu terus dipromosikan dan dikembangkan," ucap Hasan.

Tim Ahli RUU Kepariwisataan, Yahya Ahmad Zein mengatakan, ada empat isu pokok yang membuat DPR RI ingin melakukan perubahan atas UU Kepariwisataan ini. Pertama yakni adanya aspirasi masyarakat di daerah yang menginginkan infrastruktur hingga penggunaan teknologi di sektor pariwisata dimaksimalkan.   

kedua, katanya, terkait sumber daya manusia (SDM) dimana pemberdayaan masyarakat lokal menjadi unsur penting dalam pariwisata. Ketiga yakni terkait pariwisata berkelanjutan. 

"Kita tidak mau pariwisata dieksploitasi sebesar-besarnya, tapi isu keberlanjutan tidak muncul. Maka salah satu isu pokok yang ditangkap DPD untuk merancang perubahan UU ini karena pengelolaan pariwisata yang harus didukung oleh keterpaduan, termasuk keberlanjutan," kata Yahya. 

Isu pokok yang keempat yakni terkait kewenangan pemerintah daerah. Menurutnya, ada masalah dalam pola hubungan kewenangan di tingkat pemerintah provinsi dengan daerah yang tidak selaras dalam pengelolaan pariwisata. 

"Ini empat isu pokok kenapa DPD ingin melakukan perubahan uu Kepariwisataan. Dan ruang lingkup perubahan UU Kepariwisataan yakni mempertegas asas keberlanjutan, kemitraan, inklusifitas, peran dan tanggung jawab pemerintah, sistem informasi, dan menguatkan peran badan promosi pariwisata indonesia," ucapnya. 

Uji Sahih Naskah Akademik dan draft RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ini juga turut dihadiri oleh DPD RI asal Provinsi DIY, Hafidh Asrom. Selain itu juga dihadiri Tim Ahli RUU Kepariwisataan, Lintang Ayu Nugrahaning Tyas, beserta 16 anggota Komite III DPD RI lainnya. 

Kegiatan ini juga diisi oleh sejumlah narasumber yakni Guru Besar FT UGM Wiendu Nuryanti, Kepala Biro Hukum Pemda DIY Hary Setiawan, Dosen FH Atma Jaya V Hari Supriyanto, dan Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY Bobby Ardyanto Setyo Aji. 

photo
DPD RI melakukan Uji Sahih Naskah Akademik dan draf RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta, Sleman, DIY, Selasa (28/5/2024). - (Republika/Silvy Dian Setiawan)
 

Dalam paparannya, Wiendu mengatakan bahwa ada lima pilar penting dalam membangun pariwisata. Mulai dari destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran, SDM, dan kelembagaan pariwisata. 

"Area pengaturan (perubahan) UU (Kepariwisataan) di lima pilar ini," kata Wiendu. 

Sementara itu, Hary juga memberikan masukannya terkait draf RUU Kepariwisataan tersebut. Menurutnya, perlu dilakukan perencanaan kepariwisataan, penyelenggaraan kepariwisataan terkait kewenangan pemerintah pusat dan daerah. 

"(Termasuk) Evaluasi yang dilakukan secara periodik dan pentingnya pembangunan kepariwisataan berdasarkan karakteristik daerah, serta pelibatan masyarakat dan UMKM lokal," ucap Hary. 

Bahkan, Hary mendorong DPD RI untuk tidak hanya melakukan perubahan atas UU Kepariwisataan ini. Namun, Hary mendorong agar dilakukan penggantian terhadap UU Kepariwisataan tersebut. 

"Saya men-challenge DPD untuk melakukan penggantian UU Kepariwisataan, karena sudah tidak lagi di taraf untuk perubahan. Meski DPR sudah menyusun pergantian, tapi DPD bisa untuk melakukan itu dan bisa diterima oleh DPR. Saya baca naskah akademiknya, dan itu luar biasa sekali meski harus dilakukan sedikit perbaikan," kata Hary. 

Tidak hanya itu, Hari Supriyanto juga turut mengomentari terkait pentingya pembangunan budaya pariwisata berbasis masyarakat. Bahkan, ia juga menekankan pariwisata berbasis budaya, dan memprioritaskan penggunaan produk lokal.

Dari GIPI DIY justru mengharapkan agar aturan yang disusun tersebut lebih condong untuk mengembangkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif secara bertanggung-jawab dan berorientasi global. (adv)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement