Senin 31 Oct 2016 07:09 WIB

Menapaki Jejak Keturunan Warga Arab di Indonesia

Red: Karta Raharja Ucu
hadramaut
Foto:
hadramaut

Pada abad ke-18 dan 19, misalnya, masyarakat Nusantara lebih dapat membaca huruf Arab daripada latin. Maka, mata uang di masa Belanda ditulis dengan huruf Arab Melayu, Arab Pegon atau Arab Jawi. Bahkan, pada masa itu, cerita-cerita roman termasuk tulisan pengarang Tionghoa juga ditulis dalam huruf Arab Melayu.

Mengingat sekitar 90 persen penduduk Indonesia adalah Muslim, seperti pernah dikatakan Rasulullah saw, ”Dicintai Arab karena tiga hal, karena aku seorang Arab, Alquran tertulis dalam bahasa Arab, dan percakapan ahli surga juga mempergunakan bahasa Arab.” (Hadis riwayat Ibnu Abbas).

Sehubungan dengan hal di atas, wajarlah bila Indonesia-Arab merupakan golongan yang sedemikian unik, karena status atau kedudukan mereka akibat perpaduan antara Islam dan budaya Arab, serta sejarah mereka. Kalau Belanda menyebut pribumi sebagai inlander (bangsa kuli) yang membuat Bung Karno marah besar, keturunan Arab memberikan penghargaan dengan sebutan ahwal (saudara dari pihak ibu). Mengingat, sebagian besar keturunan Arab yang datang ke Indonesia tanpa disertai istri.

Karena itu, orang Indonesia keturunan Arab menolak ketika Belanda ingin meningkatkan status mereka, sebagai usaha untuk menjauhkan mereka dengan pribumi. Mereka lebih memilih untuk berdekatan dengan saudara-saudaranya dari pihak ibu.

Mr Hamid Algadri yang banyak menulis tentang keturunan Arab di Indonesia menyebutkan tidak sedikit mereka yang terlibat dalam perjuangan melawan Belanda di berbagai daerah. Bahkan, Raden Saleh (dari keluarga Bin Yahya), yang merupakan anak didik Belanda, pada akhir hayatnya pernah ditangkap dan dituduh membela kelompok Muslim radikal yang memberontak di Bekasi.

Belanda selalu menyebut kelompok yang melakukan perlawanan terhadap penjajah sebagai radikal dan Islam fundamentalis. Seperti yang dilakukan sekarang ini oleh AS dan sekutu-sekutunya terhadapat para pejuang Islam yang tidak mau tunduk padanya.

Raden Saleh telah menyediakan kediamannya (kini TIM) sebagai kebun binatang sebelum pindah ke Ragunan. Pelukis yang namanya dikenal di dunia internasional ini juga membangun sebuah masjid di Jl Raden Saleh yang hingga kini masih berdiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement