REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Panglima Besar Pasukan Berani Mati (PBM) KH Nuril Arifin Husein menangis ketika memeluk dr H Abdul Syukur dan H Agus Asenie, ketua dan sekretaris Bamus Betawi pada April 2001 silam. Dengan terbata-bata kiai muda yang selalu berjubah ini meminta maaf pada warga Betawi karena kedatangan kelompoknya telah meresahkan dan menimbulkan kemarahan warga Ibu Kota. Dengan masih mencucurkan air mata, ia menjamin kedatangan PBM dari Jawa Timur tidak akan membuat keributan seperti yang banyak dikhawatirkan.
"Kami datang untuk istighatsah di Senayan." Mengenai ilmu kekebalan yang banyak diperagakan oleh PBM, menurutnya biasa saja. Yang juga banyak dimiliki warga Betawi, atau Banten dengan debusnya.
Abdul Syukur, yang selalu berpenampilan tenang menyatakan, para ulama Betawi, khususnya ulama tempo doeloe memiliki sifat kanaah dan tawadhu sesuai ajaran Islam. Mereka di samping guru ngaji, juga memiliki ilmu bela diri (silat) atau maen pukulan. Bagi mereka, ilmu ini sekali-kali tidak boleh digunakan untuk mencelakakan orang. Kecuali untuk bela diri dan melawan penjajah. Ini dibuktikan pada masa revolusi fisik, ketika para ulama ikut maju ke front terdepan melawan Belanda.
Sedangkan Haji Irwan Sjafi'ie, ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) menuturkan, warga Betawi kental dengan Islam. Sehingga dalam perbuatan sehari-hari berupaya mencontoh Rasulullah. Mulai dari pakai baju dan celana dengan mendahulukan tangan dan kaki kanan. Pergi dan pulang dengan memberi salam, serta cium tangan pada yang lebih tua. Demikian pula dengan makan dan minum serta mengerjakan sesuatu. Semuanya dimulai dengan bismilah.