Selasa 04 Jun 2019 14:47 WIB

12 Ribu Pekerja Meninggal Saat Membuat Jalan Daendels

Daendels memaksa rakyat membangun jalan 1.000 kilometer dari Anyer ke Panarukan

Red: Karta Raharja Ucu
gubernur jenderal Willem Herman Daendels
Foto: Tangkapan layar (ist)
gubernur jenderal Willem Herman Daendels

Pekan ini menjadi pekan cukup sibuk para warga Jakarta mudik ke kampung halaman masing-masing. Namun, ketika kembali, tidak sedikit yang membawa mengajak saudara, tetangga, maupun kenalan untuk bekerja di Ibu Kota, sehingga penduduk Jakarta akan tambah berjubel. Kedatangan mereka pun menjadi beban Ibu Kota, terutama yang tidak memiliki keterampilan.

Sejak awal 1970-an gubernur Ali Sadikin sudah menyatakan Jakarta sebagai kota tertutup. Kebijakan ini kemudian diikuti para penggantinya. Tapi, rupanya kagak mempan untuk menahan laju urbanisasi. Entah sudah berapa belas kali dilakukan ‘operasi yustisi’ guna menjaring para pendatang baru, tapi hasilnya nihil.

Kembali soal mudik, jutaan warga Jakarta rela dan siap menghadapi berbagai kesulitan agar dapat berlebaran di kampungnya masing-masing. Tidak peduli kemacetan atau ongkos angkutan dengan tarif gila-gilaan. Tapi apa yang mereka alami itu sebenarnya tidak ada artinya dibandingkan penderitaan dan pengorbanan rakyat ketika membangun Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan. Jalan sepanjang 1.000 km sekitar Amsterdam sampai Paris itulah yang dilewati sebagian besar pemudik saat ini.

Jalan Raya Pos itu diarsiteki gubernur jenderal Willem Herman Daendels. Karenanya, lebih dikenal dengan sebutan Jalan Daendels. Ia satu-satunya gubernur jenderal yang tidak diangkat Ratu Belanda. Tapi oleh Lodewijk Bonaparte, adik Napoleon pada tahun 1808. Ketika itu Belanda berada dalam cengkeraman Prancis, dan Napoleon mengangkat adiknya sebagai raja Belanda.