REPUBLIKA.CO.ID, BORGO EGNAZIA -- Kelompok negara kaya G7 akan berkomitmen pada dekade ini untuk mempercepat transisi dari bahan bakar fosil. Hal ini tercantum dalam rancangan pernyataan yang akan disampaikan di akhir pertemuan yang sedang berlangsung.
"Kami akan beralih dari bahan bakar fosil dalam sistem energi dengan cara yang adil, teratur dan merata, mempercepat tindakan pada dekade yang sangat penting ini, untuk mencapai nol-emisi pada tahun 2050 sesuai dengan ilmuwan pengetahuan terbaik yang ada," kata rancangan pernyataan tersebut, Jumat (14/6/2024).
Komitmen lain dalam kebijakan iklim di rancangan pernyataan itu termasuk janji "untuk menghapuskan pembangkit listrik batu bara dalam sistem energi kami selama paruh pertama 2030-an."
Rancangan pernyataan itu menyebutkan dalam pertemuan perubahan iklim PBB (COP29) yang akan digelar di Azerbaijan pada bulan November mendatang pemimpin-pemimpin negara anggota G7 yakni Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris dan Italia akan menyampaikan "ambisi lebih besar" pada rencana iklim nasional mereka.
Dalam dokumen tersebut G7 juga berkomitmen untuk melakukan upaya kolektif mengurangi emisi metana sebanyak 75 persen pada tahun 2030. Namun bagian ini tampaknya akan dikritik aktivis lingkungan, karena pemimpin G7 memberi lampu hijau pada investasi publik ke gas alam, salah satu bahan bakar fosil yang menghasilkan polusi.
"Dalam keadaan luar biasa untuk mempercepat penghapusan ketergantungan kami pada energi Rusia, dukungan investasi publik di sektor gas dapat dilakukan sebagai respon sementara, tergantung pada kondisi nasional yang jelas," kata rancangan tersebut.
Pengamat kebijakan dari Reclaim Finance Danielle Koh dan juru kampanye iklim dan keuangan iklim ReCommon Daniela Finamore mengkritik negara-negara G7 atas dukungan finansial mereka terhadap industri batu bara meskipun mereka berkomitmen untuk memerangi perubahan iklim.
Dalam artikel yang dipublikasikan di situs Climate Change, Koh dan Finamore mengatakan bank-bank besar di negara-negara G7 menyediakan pendanaan yang signifikan untuk proyek-proyek batu bara, sehingga memperparah krisis iklim.
Mereka menyoroti perbedaan antara retorika dan tindakan negara-negara G7. Koh dan Finamore menyerukan langkah-langkah peraturan yang lebih kuat untuk mengalihkan investasi dari batu bara ke energi bersih.
Mereka menekankan pentingnya menyelaraskan praktik-praktik keuangan dengan tujuan-tujuan iklim untuk menghindari dampak-dampak bencana dari pemanasan global.