REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendukung penambahan anggaran untuk Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS).
"OSS harus segera kita perbaiki. Saya setuju dana OSS ditambah agar orang jangan ketemu dengan orang lagi untuk mengurus macam-macam," kata Luhut di Shanghai, Ahad (16/6/2024).
Luhut melakukan kunjungan kerja ke China sejak Rabu (12/6/2024) dengan mengunjungi sejumlah kota dan daerah seperti Beijing, Jilin, dan Shanghai. Ia antara lain bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Kepala National Development and Reform Commission (NDRC) China Zheng Shanjie, pejabat dari Tsinghua University dan para pengusaha asal Tiongkok.
"Harus ada peningkatan untuk (kualitas) mesinnya, sama seperti e-catalogue, karena dengan tidak ketemu orang pasti korupsi akan berkurang," tambah Luhut.
Luhut mengungkapkan keheranannya kepada pihak yang menyebut bahwa digitalisasi tidak menyelesaikan korupsi.
"Digitalisasi katanya tidak menyelesaikan masalah, ya tidak memperbaiki semua masalah, tapi memperbaiki banyak masalah. At the end, manusia yang masih mengendalikan AI (artificial intelligence) itu, tapi AI itu alat yang sangat hebat untuk tadi mengurangi korupsi," tambah Luhut.
Dengan memperbaiki sistem OSS, menurut Luhut, juga dapat mengurangi Operasi Tangkap Tangan (OTT). "Kita tidak perlu lagi, drama-drama, OTT-OTT itu. Kita tidak perlu lagi kecil hati, itu masalah kita semua kok," ujarnya.
Luhut lebih lanjut mengatakan, untuk mendorong investasi, tidak perlu dilakukan promosi yang tidak diperlukan.
"Kita di dalam negeri juga harus memperbaiki diri. Promosi-promosi bukan tidak perlu, tapi dikurangi. Yang perlu perbaikan tadi untuk OSS, Online Single Submission. Kalau itu perlu dana tambahan, tambah saja tapi untuk promosi dengan jalan-jalan tidak perlu," tegas Luhut.
Selain dana promosi untuk pergi keluar negeri yang dihemat, Luhut juga menyebut dana untuk studi banding yang tidak perlu, patut dikurangi.
"Apa ini banyak-banyak? Bisa disederhanakan, kita harus lebih presisi lagi apa yang perlu dipromosikan, tidak perlu juga studi (banding) tiap tahun," kata Luhut.
OSS atau Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik merupakan sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik dengan seluruh kementerian/lembaga (K/L) negara hingga pemerintah daerah (pemda) di Indonesia.
Awalnya OSS hadir pada 2018 yaitu berdasarkan survei Bank Dunia mengenai Ease of Doing Business (EODB), Indonesia berada di peringkat 144 dari 190 negara pada laporan EODB tahun 2018 karena permasalahan perizinan dan birokrasi di Indonesia.
Perizinan di Indonesia dianggap tersebar dan tidak terkoordinir, tidak terstandarisasi, memerlukan rekomendasi dari berbagai kementerian/lembaga atau pemerintah daerah dan tidak terintegrasi secara elektronik. Akibatnya, perizinan menjadi rumit, lama, berbelit-belit, tidak pasti dan mahal.
Namun sejak diterapkan pada 2018, sistem OSS masih menghadapi kendala karena kapasitas server dan bandwidth masih sangat terbatas padahal OSS harus menghubungkan puluhan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, kawasan ekonomi khusus maupun kawasan industri. Pada beban puncak, sistem OSS bisa tidak kuat dan akan down sehingga bisa menghambat pelayanan.
Selain itu pemahaman terhadap operasional sistem OSS oleh unit di kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah juga masih rendah.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut OSS dibangun hanya dengan dana Rp 30 miliar. Ia mengaku sudah mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 875 miliar pada 2023, tapi hal itu tidak terealisasi.
Ia sempat memberikan perumpamaan sistem layanan OSS ke depan hanya akan seperti fitur mobil Avanza yang kecepatannya terbatas, tak bisa seperti mobil Mercedes Benz. Saat ini OSS Berbasis Risiko sebagai pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja telah menerbitkan 5.172.038 Nomor Induk Berusaha (NIB) sejak 9 Agustus 2021.
Dalam catatan Kementerian Investasi, dari 5,17 juta NIB, komposisi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) mencapai sebanyak 5.112.994, usaha menengah sebanyak 20.973, dan usaha besar sebanyak 38.071 NIB.